REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menanggapi sikap Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang menggebrak podium saat berkampanye terbuka di Stadion Kridosono Yogyakarta, Senin (8/4). Hal itu dilakukan Prabowo saat berorasi menyinggung mengenai netralitas TNI dan Polri.
Menurut Hasto, sikap Prabowo tersebut mencerminkan karakter pemimpin yang cenderung tempramental. Padahal, Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa memberikan gebrakan dalam pembangunan.
"Rakyat bisa memilih apakah mau pemimpin yang menggebrak pembangunan atau yang gebrak-gebrak meja," kata Hasto di Denpasar, Selasa (9/4).
Dalam berbagai kampanye yang ditampilkan Prabowo, sambung Hasto, PDI Perjuangan mengamati adanya persoalan serius terkait kepemimpinannya yang cenderung temperamental dengan mengeluarkan kata-kata kasar, dan ketidakpantasan etis di hadapan publik. Kata-kata kasar yang keluar Ketua Umum Partai Gerindra itu, menurutnya, semakin runtuhkan kredibilitas dan martabat pemimpin.
"Sikap egonya dan tampilannya elite sekitarnya yang biasa dengan hoaks dan fitnah, justru semakin memerburuk keseluruhan tampilan politik yang seharusnya positif dan penuh hal-hal baik," ucap Hasto.
Padahal, kata Hasto, karakter pemimpin akan ikut menentukan kultur positif dan martabat bangsa. Ia pun membandingkan demgan Joko Widodo yang selalu tampil sebagai sosok apa adanya, merakyat, visioner dan selalu bergulat dengan apapun persoalan rakyat sambil terus kedepankan optimisme, maka hal ini menghasilkan kultur bangsa yang bergerak maju dan mengejar prestasi.
"Sebaliknya, Pak Prabowo yang emosional dan sering keluarkan kata-kata yang tidak pantas, hadirkan ketakutan, kegelisahan akut, dan pesimisme," ujar Hasto.
Oleh karenanya, lanjut Hasto, atas berbagai tampilan gebrakan temperamental Prabowo termasuk larangan bagi penonton yang menertawakan dirinya saat debat yang lalu, harus dilihat sebagai persoalan serius tentang watak dan karakter pemimpin yang berkorelasi langsung dengan peradaban bangsa. Ia menegaskan politik adalah proses berpenghidupan kebangsaan yang seharusnya mengontestasikan hal-hal baik, dan membawa kemajuan peradaban, serta kebaikan bagi bangsa dan negara.
"Pilpres akhirnya menampilkan kontradiksi karakter dasar pemimpin," tegasnya.