REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merespons kekhawatiran Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait kampanye akbar calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. BPN tak sepakat dengan pendapat bahwa kampanye akbar yang digelar di Stadion Utama Gelora (SUGBK) bersifat ekslusif.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, mengatakan kampanye akbar Prabowo-Sandiaga ini terbuka untuk semua kalangan dan agama meski acara ini diawali dengan shalat Subuh berjamaah. Ia pun meyakini banyak pendukung Prabowo-Sandiaga dari berbagai agama juga hadir pada kampanye itu.
"Menurut hemat saya ini kampanye terbuka, inklusif bukan eksklusif untuk umat Islam saja. Saya yakin banyak para pendukung Prabowo-Sandiaga dari berbagai agama juga hadir," tegas Andre Rosiade saat ditemui di Kompleks SUGBK, Jakarta Pusat, Ahad (7/4).
Ia menambahkan sejumlah tokoh dengan latar belakang berbagai agama juga hadir, yakni Hashim Sujono Djojohadikusumo, Natalius Pigai, Lieus Sungkharisma, serta perwakilan dari agama-agama lainnya. "Memang saat acara Shalat Subuh, Dzikir bersama ini kan umat Islam, tetapi setelah itu semua agama baru masuk dan ikut acara kampanye akbar ini," kata dia.
SBY sempat mengutarakan kekhawatiran terkait kampanye akbar Prabowo. Sebelum kampanye digelar pada Ahad (7/4) hari ini, SBY menilai ada ketidaklaziman pada rapat umum tersebut.
SBY sempat menyurati sejumlah petinggi Partai Demokrat dan meminta agar mereka memberikan masukan kepada Prabowo-Sandiaga agar acara tersebut terkait kampanye akbar tersebut. SBY meminta penyelenggaraan kampanye nasional tetap dan senantiasa mencerminkan inclusiveness, kebinekaan, dan kemajemukan.
SBY mengingatkan agar kampanye mencerminkan persatuan atau unity in diversity. "Cegah demonstrasi apalagi 'show of force' identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuasa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrem," tulis SBY.