Jumat 05 Apr 2019 16:55 WIB

Survei Jelaskan Pengaruh Caleg Terhadap Raihan Suara Parpol

Ada lima parpol berpotensi lolos ambang batas parlemen lima persen.

Rep: Antara, Bayu Adji P/ Red: Andri Saubani
Sebuah poster salah satu caleg terpampang pada kendaraan ojek daring saat melintas di kawasan Senen, Jakarta, Kamis (4/4/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Sebuah poster salah satu caleg terpampang pada kendaraan ojek daring saat melintas di kawasan Senen, Jakarta, Kamis (4/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei LSI Denny JA menyebutkan bahwa suara dan posisi partai politik di Pemilu 2019 sangat ditentukan kemampuan partai tersebut mengoptimalkan para calon anggota legislatifnya. Berdasarkan survei terbaru LSI Denny JA, lima parpol berpotensi lolos ambang batas parlemen 4 persen.

"Jika menghitung secara populasi nasional, pengaruh caleg terhadap suara dan posisi partai sebesar 15,6 persen. Artinya suara dan posisi parpol di Pemilu 2019 sangat ditentukan kemampuan partai tersebut mengoptimalkan pengaruh caleg terhadap partai," kata peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar di Jakarta, Jumat (5/4).

Baca Juga

Dia mengatakan, posisi dan dukungan parpol tidak hanya ditentukan persepsi dan kesan parpol di mata pemilih, namun faktor caleg yang dicalonkan di setiap daerah pemilihan (dapil) memiliki kontribusi besar pada posisi parpol. Rully menjelaskan, berdasarkan survei LSI Denny JA, sebesar 60,3 persen responden menyatakan lebih mempertimbangkan memilih caleg yang dikenal.

"Dan hanya 26,6 persen publik yang menyatakan lebih mempertimbangkan memilih parpol, lalu 13,1 persen tidak menjawab," ujarnya.

Rully mengatakan, meskipun faktor caleg cukup penting dalam menopang posisi dan dukungan parpol, namun persoalannya tidak banyak caleg yang mampu menopang suara parpol. Karena menurut dia, hanya 25,8 persen menyatakan mengenal caleg yang akan dipilihnya dan 70,6 persen menyatakan tidak mengenal caleg yang akan dipilih.

Hasil survei LSI Denny JA menyebutkan lima partai politik berpotensi lolos ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Lima partai itu adalah PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PKB.

"Lima partai politik yang berpotensi lolos parlemen karena elektabilitasnya konsisten di atas 4 persen yaitu PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PKB," kata Rully .

Rully menjelaskan, berdasarkan survei LSI Denny JA, elektabilitas kelima parpol tersebut adalah PDIP 24,6 persen, Gerindra 13,4 persen, Golkar 11,8 persen, Partai Demokrat 5,9 persen, dan PKB 5,8 persen.

Sementara itu, lima parpol yang masuk partai papan tengah ialah Partai Nasdem 2,5 persen, PKS 3,9 persen, PPP 2,9 persen, Perindo 3,9 persen, dan PAN 3,1 persen. "Hanura, PBB, PKPI punya potensi lebih besar tidak lolos parlemen karena tidak pernah melewati angka elektabilitas 1 persen dalam survei LSI Denny JA sejak Agustus 2018," ujarnya.

Dalam survei itu, elektabilitas Hanura 0,9 persen, PBB 0,2 persen, PKPI 0,1 persen, Partai Garuda 0,1 persen, Partai Berkarya 0,7 persen, dan PSI 0,2 persen. Namun, dia menjelaskan, semua parpol masih punya potensi untuk menaikkan dukungan dan mengubah peringkat dalam Pemilu 2019.

"Variabel yang sangat menentukan tersebut adalah pengaruh langsung caleg terhadap pemilih sebesar 15,6 persen," katanya.

Survei LSI Denny JA itu dilakukan pada 18-26 Maret 2019 dengan menggunakan metode multistage random sampling yang melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi. Survei tersebut menggunakan metode wawancara tatap muka menggunakan kuesioner dengan margin of error +/- 2,8 persen.

photo
Parpol Pilihan Pemilih Muslim

Syarat celeg berhasil

Mantan Komisioner Komisi Pemiliha Umum (KPU) Hadar Gumay menilai, tingkat keterkenalan caleg di mata pemilih akan memengaruhi kualitas pemilihan umum (pemilu). Menurutnya, pemilu dengan sistem pemilihan proporsional yang daftar calonnya terbuka, memilih calon (orangnya) adalah karakter utamanya.

Karena itu, Hadar mengatakan dalam pemilu langsung, pemilih perlu mengetahui calon yang akan dipilih. "Pemilih harus mempunyai informasi cukup tentang calon, adalah syaratnya," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/3).

Hadar melanjutkan, caleg saat ini kurang dalam mengenalkan dirinya ke masyarakat. Padahal, pemilih perlu informasi tentang caleg. Ia menegaskan, calon sendiri perlu turun mengenalkan dirinya, termasuk kapasitas dan kualitas dirinya kepada masyarakat.

"Tidak cukup hanya poster atau spanduk dengan foto dan nomor urutnya," tegasnya.

Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby mengatakan, selama ini para caleg terkesan malas untuk berkampanye langsung ke masyarakat. Hal itu menyebabkan pendidikan politik tak berjalan baik.

Alwan mengatakan, salah satu faktor yang membuat caleg enggan berkampanye langsung adalah lebih ramainya kampanye pilpres ketimbang pileg. Karena itu, banyak caleg lebih memilih menyelipkan kampanyenya di sela kampanye calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, para caleg pejawat juga merasa sudah punya basis massa di  wilayah masing-masing. Dengan begitu, lanjut dia, mereka merasa tak perlu lagi berkampanye secara intens.

"Memang ada beberapa caleg baru intensitas kampanyenya tinggi. Tapi di wilayah tertentu yang dianggap tak bisa mendulang suara, dia tidak melakukan kampanye sama sekali. Hanya asal ada saja namanya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement