Kamis 04 Apr 2019 20:47 WIB

Sekjen DPR tak Penuhi Panggilan KPK

Sekjen DPR akan dipanggil ulang.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapakan Sekjen DPR Indra Iskandar tidak memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi. Sedianya, ia akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang menjerat mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romi)

"Yang bersangkutan berhalangan hadir pemeriksaan dijadwalkan ulang minggu depan," kata Febri dalam pesan singkatnya, Kamis (4/4).

Baca Juga

Febri menambahkan, penyidik juga telah memeriksa 3 saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Romi. Mereka ialah anggota Panitia Pelaksana Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Kemenag, yakni Muhammad Basworo, Afridul, dan Ari Haryanto.

"Penyidik mengonfirmasi pengetahuan saksi terkait alur seleksi jabatan tinggi di Kementerian Agama," terang Febri.

KPK sebelumnya menyatakan telah mengantongi bukti-bukti aliran dana suap yang diterima oleh mantan Ketua Umum PPP itu dari Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. Diduga aliran dana suap ke Romi, terkait suap jual beli jabatan di Kemenag.

KPK telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin diduga telah menyuap Romi untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag. Diketahui, Muhammad Muafaq mendaftar untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Sedangkan Haris, mendaftar sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.

Atas perbuatannya, dua tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sementara Romi, tersangka penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement