Selasa 02 Apr 2019 10:36 WIB

BPN tak Persoalkan Golput, Ini Alasannya

Golput dinilai dibenarkan menurut undang-undang.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang hari pencoblosan pemilihan umum (Pemilu) 2019 golongan putih atau golput masih menjadi polemik.  Ketua umum PDI Perjuangan menganggap, aksi golput sebagai tindakan pengecut dan tidak perlu menjadi warga negara Indonesia. Menurut Mega, mereka yang golput tak menjalankan tanggung jawabnya sebagai warga.

Namun Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ratu Prawinegara menilai, golput dibenarkan menurut undang-undang. Artinya secara konstitusi tidak ada persoalan dengan merujuk pada pasal 28 UUD dan pasal 23 UU Tentang HAM.

Baca Juga

"Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya, (2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa," tegas Suhendra dalam pesan singkatnya, Selasa (2/4).

Suhendra menjelaskan, dalam pasal tersebut sangat jelas menghargai hak-hak politik seseorang warga negara untuk memilih dan menggunakan keyakinan politiknya. Hak dan keyakinan politik inilah yang harus dihargai oleh negara terhadap warga negaranya.

Jadi, menurutnya, sangat tidak tepat jika ada pihak-pihak dari kubu pejawat yang ingin memberlakukan Undang-undang tertentu untuk mengancam hak politik seseorang warga negara, termasuk juga golput.

“Sebagaimana kita ketahui, berdasar jejak digital. Megawati juga pernah menyerukan dan mendeklarasikan dirinya golput dalam Pemilu 1997 silam," ungkapnya.

Karena itu, menurut Suhendra justru menjadi aneh jika sekarang ia menganggap golput tidak mempunyai harga diri. Ia menganggap fenomena Golput, sesuatu yang sudah sering terjadi dalam setiap pemilu. Angka golput di Indonesia dalam kisaran 20-30 persen. Angka ini akan semakin besar jika dianggap pilpres, pileg dan pilkada tidak berjalan demokratis dan mengecewakan.

"Artinya jika mereka kecewa dengan pemerintahan hasil dari pemilu, salah satu cara mengoreksinya adalah dengan cara mengevaluasi kembali hak politik mereka dalam pemilu," tuturnya.

Oleh karena itu, kata Suhendra, BPN Prabowo-Sandiaga, menawarkan suatu konsep dan solusi perubahan atas bangsa ini, meminta dukungan masyarakat Indonesia dalam Pemilu serentak pada 17 April 2019 mendatang.

"Termasuk juga meyakinkan komunitas golput untuk mendukung dan memilih Prabowo-Sandiaga, sebagai sebuah solusi atas sengkarutnya persoalan politik, demokrasi dan kebangsaan saat ini," tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement