Senin 01 Apr 2019 06:19 WIB

Kedaulatan Pemilu

Kedaulatan pemilu sangat terganggu oleh adanya intervensi asing.

Adiwarman Karim
Foto: Republika/Da'an Yahya
Adiwarman Karim

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Adiwarman A Karim

Daniel Corstange dan Nikolay Marinov, profesor Universitas Columbia dan profesor Universitas Houston, dalam riset mereka "Taking Sides in Other People's Elections: The Polarizing Effect of Foreign Intervention" membagi intervensi asing dalam suatu pemilu menjadi dua jenis.

Pertama, intervensi partisan yaitu kekuatan asing mendukung salah satu calon. Kedua, intervensi proses yaitu kekuatan asing mendukung berlangsungnya pemilu yang demokratis tanpa mendukung salah satu calon.

Intervensi partisan sangat merugikan kedaulatan pemilu, sedangkan intervensi proses diperlukan bila tingkat kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu dipertanyakan netralitasnya.

Dov Levin, profesor University of Hongkong, dalam risetnya “When the Great Power Gets a Vote: The Effects of Great Power Electoral Interventions on Election Results” menjelaskan adanya intervensi asing dalam berbagai pemilu di seantero dunia. Dari 938 pemilu, 81 di antaranya diintervensi oleh AS dan 36 pemilu diintervensi oleh Rusia dalam kurun waktu 1946-2000.

Enam puluh delapan persen intervensi itu dilakukan secara tertutup (covert), sedangkan sisanya dilakukan secara terang-terangan (overt). Secara rata-rata pengaruh intervensi ini dapat menaikkan elektabilitas sebesar tiga persen. Levin juga menemukan intervensi secara terbuka lebih efektif dibandingkan intervensi secara tertutup.

Dalam pemilu Jerman Barat pada 1972, Uni Soviet mendukung calon pejawat. Levin menghitung elektabilitas calon pejawat tanpa intervensi 43,6 persen, sedangkan aktual elektabilitasnya 45,8 persen yang memberikan kemenangan.

Dalam pemilu India 1977, Uni Soviet mendukung calon pejawat. Elektabilitas tanpa intervensi 32,2 persen, aktual elektabilitasnya 34,5 persen. Meskipun menaikkan elektabilitas, belum cukup untuk meraih kemenangan.

Dalam pemilu Israel 1992, AS mendukung calon penantang. Elektabilitas calon petahana tanpa intervensi 30,3 persen, aktual elektabilitasnya hanya 24,9 persen. Calon penantang yang didukung AS akhirnya menang.

Dalam pemilu di Yugoslavia/Serbia pada 2000, AS mendukung calon penantang. Elektabilitas calon pejawat tanpa intervensi 43,4 persen, aktual elektabilitasnya hanya 38,2 persen. Calon penantang yang didukung AS akhirnya menang.

Jonathan Godinez, peneliti Universitas Western Governers, dalam risetnya "The Vested Interest Theory: Novel Methodology Examining US-Foreign Electoral Intervention" membagi motivasi intervensi asing dalam pemilu menjadi dua. Pertama, intervensi bermotivasi kepentingan global, yaitu untuk kepentingan dan kebaikan masyarakat dunia secara keseluruhan. Kedua, intervensi bermotivasi kepentingan sendiri negara tertentu.

Salah satu intervensi asing dilakukan melalui instrumen ekonomi. Di Indonesia, setiap tahun pilpres selalu didahului dengan masuknya dana asing secara sangat signifikan ke pasar modal Indonesia. Transaksi modal dan finansial pada 2008 yang defisit 1 miliar dolar AS mengalami kenaikan signifikan menjadi surplus 4,9 miliar dolar AS pada pilpres 2009.

Pada 2013 transaksi modal dan finansial surplus sekitar 15 miliar dolar AS, kemudian melonjak tinggi mencapai 44,9 miliar dolar AS pada pilpres 2014. Hal yang sama juga terjadi pada pilpres 2019 ini.

Selama kurun waktu Januari-September 2018 transaksi modal dan finansial hanya berada pada kisaran 10 miliar dolar AS, kemudian naik signifikan mencapai lebih dari 50 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 74,7 triliun pada Maret 2019. Bahkan pada satu bulan terjadi kenaikan signifikan dari Rp 63 triliun pada Februari menjadi Rp 74,7 triliun.

Lonjakan masuknya dana asing ini secara langsung menguatkan nilai tukar rupiah dan indeks harga saham. Di sisi lain, keluarnya dana asing ini akan langsung melemahkan rupiah dan indeks harga saham.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement