REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, perlu penanganan secara permanen. Terlebih, sejak ditutup Ahad (24/3) lalu mengakibatkan sampah di daerah lain tak terangkut dan menumpuk.
Anggota Komisi C DPRD DKI, Huda Tri Yudian mengatakan, sampah yang selama ini dibawa ke TPST Piyungan hanya sebatas ditumpuk dan diurug. Sementara tidak ada langkah permanen untuk pemusnahan sampah yang dilakukan.
"Solusi permanen TPST Piyungan adalah pemusnahan sampah. Bukan sekadar ditumpuk dan ditimbun tanah atau sanitary landfill," kata Huda dalam keterangan resminya.
Ia mengatakan, pemusnahan sampah secara permanen harus segera diterapkan dengan menggunakan teknologi. Namun, Huda tidak menyebutkan teknologi seperti apa yang harus dimanfaatkan. Hal ini tentunya perlu kemauan keras dari pemerintah dalam menangani masalah sampah yang sudah melebihi kapasitas.
"Teknologi ini sangat banyak dan beragam dari dalam dan luar negeri sudah tersedia. Hanya perlu keberanian dari Pemerintah DIY untuk segera memilih rekanan yang mampu dan sanggup melakukan pemusnahan dengan biaya paling rendah," katanya.
Ia menjelaskan, pemusnahan dengan teknologi tentunya membutuhkan biaya yang tinggi. Pemerintah pun dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.
"Pemusnahan (dengan teknologi) ini membutuhkan biaya investasi ratusan miliar dan biaya rutin puluhan miliar per tahun. Seperti Surabaya dan DKI Jakarta misalnya," ujar Huda.
Jika hal ini tidak dilakukan dengan segera, sampah akan terus menumpuk. Bahkan, jika tidak dimusnahkan akan timbul berbagai permasalahan baru akibat sampah ini.
"(Timbul) bau menyengat, sumber penyakit, pencemaran lingkungan, dan gangguan ketenteraman masyarakat," ujarnya.