Ahad 31 Mar 2019 00:48 WIB

Akhir Drama Tarik Ulur Gim Online PUBG

MUI urung memfatwa haram PUBG dan menggantinya dengan rekomendasi.

Gim PUBG (Ilustrasi)
Foto: Republika
Gim PUBG (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Christiyaningsih

Akhir pekan lalu ketika sedang berbelanja, suami saya tiba-tiba membeli lima renteng minuman serbuk kopi cappucino yang tidak biasa kami minum. Saya pun bertanya mengapa ia membeli cappuccino saset yang berbeda dari biasanya. Ia pun menjawab alasannya karena penasaran dengan bonus skin PUBG yang ada di dalam kemasan minuman tersebut.

Saya lontarkan candaan nanti kalau MUI jadi memfatwa haram PUBG dia akan berdosa jika tetap memainkan gim itu. Jawabannya? Dia tidak peduli karena buat dia bermain gim daring adalah salah satu cara melepas stres dan tidak merugikan siapapun. Gim daring memang tengah digandrungi banyak kalangan.

PUBG alias Player's Unknown Battle Ground sedang ramai dibicarakan dua pekan terakhir ini. Ia jadi topik hangat bukan karena antusiasme masyarakat yang berbondong-bondong memainkannya,  namun karena munculnya wacana dari MUI untuk menerbitkan fatwa haram PUBG.

Gagasan tersebut mencuat setelah MUI menyaksikan live video penembakan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru yang (katanya) terinspirasi dari PUBG. Pro kontra pun bermunculan termasuk dari para pecinta gim daring. Di linimasa media sosial, beragam pendapat muncul.

Ada yang berpendapat wacana MUI itu berlebihan dan bukan ranah MUI untuk memfatwa haram gim daring. Ada pula komentar yang menyebut ide tersebut menghambat perkembangan e-sports di Indonesia. Dari golongan yang setuju menyatakan gagasan MUI bisa diterima dengan alasan PUBG menampilkan banyak kekerasan yang bisa memengaruhi pemainnya.

Sejatinya sebelum muncul kegaduhan di Tanah Air sudah ada wilayah lain yang lebih dulu melarang masyarakatnya bermain PUBG. Februari silam pemerintah negara bagian Gujarat di India melarang permainan ini. Akan tetapi, larangan tersebut lahir bukan karena dilandasi peristiwa penembakan di Christchurch.

Dikutip dari The Verge, PUBG masih legal di seluruh India. Akan tetapi, Gujarat memilih melarang permainan itu setelah orang tua dan pendidik mengeluhkan PUBG terlalu keras dan mengalihkan perhatian belajar siswa. Bahkan, polisi sempat menangkap sepuluh siswa setelah mereka ketahuan bermain PUBG di ponsel.

Perusahaan induk PUBG, Bluehole Studio, buru-buru merilis pernyataan kepada media lokal India untuk mengatasi masalah tersebut. Bluehole berjanji untuk ikut bertanggung jawab dengan menciptakan ekosistem permainan yang lebih baik.

Selesai? Belum. Protes masyarakat India tak berhenti sampai di situ. Pekan lalu PUBG kembali menuai protes dari warganet Muslim di India. Para Muslim melontarkan kritik keras lantaran kotak hadiah (Birthday Create) di PUBG dinilai menyerupai bentuk Ka'bah.

Dalam pembaruan terbaru PUBG, pemain harus menargetkan senjatanya ke kotak yang mirip kiblat umat Muslim itu untuk mendapatkan hadiah. Usai kebanjiran protes, pihak PUBG pun segera meminta maaf dan mengganti bentuk kotak hadiah agar tak lagi mirip Ka'bah.

Kembali ke Indonesia, wacana memfatwa haram PUBG di Indonesia akhirnya menemui ujungnya usai pertemuan MUI dengan Kemenkominfo, pakar psikologi, KPAI, dan Asosiasi E-sports Indonesia pada Selasa (26/3). MUI tak mengharamkan PUBG namun memberikan sejumlah rekomendasi terkait gim daring.

Salah satu poin rekomendasi menyangkut pembatasan usia, konten, waktu, dan dampak bermain gim daring. MUI juga merekomendasikan pelarangan gim yang memuat konten pornografi, perjudian, perilaku sosial menyimpang, serta konten-konten yang dilarang agama dan undang-undang.

Jika dicermati, poin yang direkomendasikan MUI itu sebenarnya menegaskan apa yang sudah dinyatakan World Health Organisation (WHO) setahun silam. Badan kesehatan dunia di bawah PBB tersebut menyatakan kecanduan bermain gim dikategorikan sebagai gangguan kesehatan mental. Gangguan ini dinamai gaming disorder.

WHO menggambarkan gaming disorder sebagai perilaku memprioritaskan bermain gim dan mengesampingkan kepentingan hidup lainnya. Bahkan orang dengan gaming disorder akan tetap bermain gim meski ada konsekuensi negatif yang terlihat.

Langkah MUI yang urung memfatwa haram PUBG dan ganti memberikan rekomendasi adalah keputusan yang bijak. Tidak elok rasanya dan terkesan gegabah jika MUI bereaksi atas PUBG dan menjadikan peristiwa Christchurch sebagai titik tolak fatwa. Bagaimanapun juga PUBG bukan satu-satunya alasan Brenton Tarrant, yang menjadi pelaku penembakan, melakukan aksi terornya di Christchurch.

Jika bermain PUBG dituding menumbuhkan bibit-bibit terorisme, maka bisa jadi angka kasus penembakan atau kekerasan yang terjadi jauh lebih tinggi. Berdasarkan data PUBG Corp. hingga akhir 2018 di seluruh dunia jumlah pemain PUBG mencapai lebih dari 200 juta pemain. Mengutip data Asosiasi E-Sports Indonesia (IeSPA), ada 20 sampai 30 juta pemain PUBG di Indonesia. Ketua IeSPA Eddy Lim berpendapat jika PUBG dituding menumbuhkan bibit kekerasan mungkin akan muncul 10 ribu sampai 20 ribu kasus.

Kita semua dapat melihat di balik tragedi Christchurch, ada faktor-faktor lain yang lebih kuat yang membuat Brenton Tarrant memberondong pelurunya ke arah jamaah masjid Al Noor dan Lindon Islamic Centre. Pria 28 tahun itu merupakan penganut paham supremasi kulit putih. Dalam manifesto setebal 87 halaman, Brenton juga menyatakan pandangannya yang anti-imigran dan anti-muslim. Dia menyebut dirinya melakukan eksekusi massal untuk mengurangi tingkat imigrasi di tanah-tanah Eropa.

Dari rangkaian peristiwa di atas, maka sejatinya tidak ada yang salah dengan bermain gim daring termasuk PUBG. Toh dengan arahan yang benar hobi bermain gim daring justru melahirkan para atlet e-sports sarat prestasi. Bermain gim daring menjadi salah tatkala kita terlalu berlebihan hingga melupakan kewajiban-kewajiban lain yang lebih penting. Bermain gim daring 'haram' jika karenanya kita melalaikan kewajiban belajar, bekerja, menunaikan ibadah, menafkahi keluarga, dan memberi perhatian kepada orang-orang terdekat kita.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement