REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebutkan bahwa ancaman pidana bagi oknum yang dengan sengaja menghasut atau mengajak orang lain tidak menggunakan hak pilihnya, alias golput, sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang (UU). Dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, ada dua pasal yang ia sebut secara spesifik memiliki hubungan dengan ajakan golput atau mobilisasi massa untuk tidak memilih dalam pemilu. Dua pasal tersebut, yakni pasal 515 dan 531 UU Pemilu.
"Namun, saya dalam posisi ingin sampaikan bahwa memilih adalah hak, dan pilihan terbaik adalah menggunakan hak pilih. Saya tak ingin masuk dalam polemik yang sebetulnya bukan domain kami (Bawaslu)," kata Komisioner Bawaslu Afifudin usai diskusi di Hotel Mercure, Jakarta, Kamis (28/3).
Dalam pasal 515 UU Pemilu, disebutkan bahwa, "Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suaramenjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta."
Sementara dalam pasal 531 UU Pemilu, disebutkan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta."
"Jadi mobilisasi dalam arti mengajak orang untuk tidak memilih. Misalnya juga yang sekarang agak rame itu soal intimidasi di TPS, setiap orang yang melakukan kekerasan atau menggagalkan pemungutan suara bisa dijerat pasal tersebut," kata Afif.