Kamis 28 Mar 2019 12:42 WIB

Respons OTT Direksi BUMN, JK: Subsidi Pupuk Berlebihan

Kebutuhan pupuk per hektare dinilai cukup 250 kg, tapi yang dipakai mencapai 400 kg.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolanda
Pekerja melakukan bongkar muat pupuk Urea bersubsidi untuk didistribusikan ke wilayah Kota, Kabupaten Bogor dan Depok di Gudang Lini 3, PT Pupuk Kujang, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/12).
Foto: Arif Firmansyah/Antara
Pekerja melakukan bongkar muat pupuk Urea bersubsidi untuk didistribusikan ke wilayah Kota, Kabupaten Bogor dan Depok di Gudang Lini 3, PT Pupuk Kujang, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai adanya persoalan terkait distribusi pupuk di Indonesia. Menurut JK, jumlah pupuk dinilai lebih banyak dibandingkan kebutuhan. Sehingga, alokasi subsisi pupuk Indonesia jauh lebih besar dibandingkan ketersediaan luas lahan yang ada.

Hal itu disampaikan JK untuk merespon operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap distribusi pupuk yang melibatkan Direksi PT Pupuk Indonesia dan seorang Anggota DPR.

Baca Juga

"Karena memang juga pupuk itu sebenernya ketinggian dibandingkan luas sawah yang ada. setelah data BPS yang baru itu subsidi memang berlebihan, sangat berlebihan.  Karena itu subsidinya Rp 30 triliun kurang lebihnya," ujar JK saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (28/3).

Padahal menurutnya, kebutuhan pupuk per hektare seharusnya cukup 250 kilogram. Namun, yang dipakai saat ini sebanyak 400 kilogram.

Karenanya, ia menilai perlu ada hitungan ulang dari konsumsi pupuk. "Apa benar dipakai 400 jadi pertanyaannya, jadi terjadi suatu pembengkakan jumlah dan juga pembengkakan daripada konsumsi pupuk untuk per hektarenya, jadi harus dihitung ulang," kata JK.

Namun demikian, terkait OTT terkait distribusi pupuk, JK menyerahkan sepenuhnya kepada KPK. Ia meyakini, KPK bekerja sebaik-baiknya untuk mengungkap kasus tersebut.

"Itu kita serahkan ke KPK saja dan juga sistem daripada masing-masing itulah gunanya standar sistem ini supaya bisa diketahui," kata JK.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada direksi PT Pupuk Indonesia, beserta enam orang lainnya terkait suap distribusi pupuk menggunakan kapal, Rabu (27/3) malam. Tak berselang lama, KPK juga menangkap seorang anggota DPR yang diduga terkait pada Kamis (28/3) dinihari.

Dengan demikian, saat ini KPK sudah mengamankan delapan orang. "Sampai pagi ini sekitar delapan orang diamankan dalam OTT di Jakarta sejak Rabu (27/3) sore hingga Kamis dini hari (28/3)," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkat, Kamis (28/3) pagi.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (27/3), tim penindakan mengamankan sejumlah uang. Diketahui, KPK mengamankan tujuh orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang diduga terjadi transaksi suap berkaitan dengan distribusi pupuk menggunakan kapal.

"Tim mengamankan sejumlah uang dalam rupiah dan dolar. Saat ini pihak yang dibawa ke kantor KPK tersebut sedang dalam proses pemeriksaan secara intensif," kata Basaria dalam pesan singkatnya, Kamis (28/3).

Namun, Basaria belum mengetahui secara pasti nominal uang yang telah disita. "Diduga transaksi terkait dengan distribusi pupuk menggunakan kapal," ujarnya.

Para pihak yang ditangkap saat ini sedang menjalani pemeriksaan intensif di Gedung KPK Jakarta. Adapun mereka yang diamankan terdiri atas unsur Direksi BUMN (Pupuk Indonesia), pihak swasta dan driver. Lembaga antikorupsi memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum mereka yang diamankan tersebut.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement