REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sofyan Effendi, menyebutkan praktik jual beli jabatan cenderung terjadi di kementerian dan lembaga yang dipimpin oleh pimpinan atau tokoh partai politik (parpol). Bahkan ia menyebutkan, KASN sempat melakukan analisis dan ditemukan sebanyak 90 persen kementerian/lembaga masih melakukan praktik ini.
Namun dengan seleksi jabatan yang lebih ketat, ia mengaku temuan praktik jual beli jabatan mulai menurun. "Sekarang, kalau menterinya, dia ditekan pimpinan parpol, itu lebih kuat tekanannya pada menteri dari parpol daripada menteri yang dari profesional. Yang profesional bisa independen," kata Sofian usai diskusi di Kantor Staf Presiden, Rabu (27/3).
Sofian menduga, tokoh-tokoh lain di sekitar pimpinan parpol yang menduduki jabatan di kementerian pun akhirnya ikut duduk di posisi staf khusus. Rantai jual beli jabatan pun belum berhenti sampai di situ. Parpol akan terus berupaya mendudukkan kadernya di posisi lain di level bawah.
"Inilah mereka yang menjadi operator mencari siapa yang bisa diminta sumbangan," kata Sofian.
Sementara itu Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie melihat bahwa pengungkapan praktik jual beli jabatan di Kemenag menjadi momentum kuat bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan. Ia juga mengusulkan kepada pemerintahan selanjutnya untuk membentuk Kementerian Koordinator (Kemenko) baru, yakni Menko Pengawasan Perencanaan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara.
"Semua kementerian yang lain eksekutif, ini merancang dan awasi. Kita butuh 5 tahun untuk bereskan apa yang disebut Pak Sofyan," kata Jimly.