Jumat 22 Mar 2019 07:19 WIB

BPTJ: ERP Dukung Pengoperasian MRT

Di rute MRT, seharusnya diterapkan pelarangan kendaraan roda dua.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
MRT. Kereta MRT melintas saat uji coba publik pengoperasian MRT fase I Koridor Lebak Bulus-Bundaran HI di Jakarta, Rabu (20/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
MRT. Kereta MRT melintas saat uji coba publik pengoperasian MRT fase I Koridor Lebak Bulus-Bundaran HI di Jakarta, Rabu (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono akan mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberlakukan sistem jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP). Menurut dia, hal ini untuk menunjang pengoperasian Moda Raya Terpadu Jakarta secara maksimal.

"Makanya sekarang saya mendorong ERP segera ditetapkan," ujar Bambang, Kamis (21/3).

Bambang menjelaskan, kebijakan ERP dibutuhkan untuk mendorong optimalisasi penggunaan MRT. Transportasi massal sudah tersedia, dengan begitu langkah selanjutnya ialah membatasi penggunaan kendaraan pribadi.

Untuk itu, Bambang berharap Pemprov DKI segera mewujudkan implementasi kebijakan ERP. Sebab, penerapan kebijakan ganjil genap tak diberlakukan sehari penuh. Padahal menurut dia, penyelenggaraan ganjil genap satu hari penuh pada saat penyelenggaraan Asian Games 2018 beberapa lalu efektif mengurai kemacetan ibu kota di jalan arteri.

Akan tetapi, apabila ganjil genap hanya diterapkan saat pagi dan sore dinilai kurang efektif karena kemacetan cenderang meningkat lagi. Selain itu, lanjut Bambang, kebijakan ganjil genap tak bisa bertahan lama karena paling lama hanya satu tahun. Sehingga pemerintah perlu menyiapkan kebijakan baru untuk menekan kemacetan di Jakarta.

Ia mengatakan, kebijakan ERP penting segera diberlakukan mengingat beroperasinya MRT Jakarta. Apalagi akan ada juga moda Lintas Rel Terpadu (LRT) Jakarta maupun LRT Jabodebek. Ditambah lagi dengan pengembangan rute-rute Transjakarta.

Sehingga, menurut dia, angkutan massal sudah tersedia bagi masyarakat. Bambang menambahkan, ERP sangat mendesak untuk diimplementasikan di Jalan Sudirman-Thamrin.

ERP sangat mendesak untuk diimplementasikan di Jalan Sudirman-Thamrin

"Kalau bisa kita push diimplementasikan, kenapa? karena MRT kan sudah ada, masyarakat enggak boleh lagi naik kendaraan pribadi, busway sudah ada. Kalau enggak nanti kita khawatir nanti yang naik MRT enggak ada," kata Bambang.

Ia melanjutkan, jika ridership atau jumlah penumpang MRT Jakarta tak sesuai target hal itu berimbas kepada biaya operasionalisasi yang ditanggung Pemprov membengkak. Walaupun moda MRT menjadi bagian dari public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik.

Bambang pun mengatakan, BPTJ memulai melakukan penataan kawasan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin. Menurutnya, hal itu sesuai dengan road map yang telah disusun bahwa yang akan melintas di jalan hanya MRT dan Transjakarta.

"Jadi kalau MRT mulai operasi, nanti kita akan lakukan penataan angkutan umum yang kecil-kecil itu," kata dia.

Ia mengatakan, angkutan umum selain Transjakarta dan MRT seperti metromini dan kopaja tidak lagi melintas di kawasan tersebut. Sebab, bus Transjakarta sudah mengerahkan bus pengumpan (feeder). Sementara angkutan umum lainnya akan dialihkan ke pemukiman.

Bambang menambahkan, pengembangan angkutan umum hingga pemukiman ini menjadi program yang harus segera direalisasikan. Hal ini karena banyaknya hunian di wilayah Jakarta yang membutuhkan angkutan menjangkau pemukiman.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, kebijakan ERP merupakan alat kontrol Pemprov DKI untuk mengatur lalu lintas di Jakarta. Menurutnya, ERP bisa diberlakukan agar masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum.

"Jadi harus ada kontrolnya supaya angkutan umumnya itu laku yaitu dengan ERP. Kalau ERP kan pakai mobil bayar," kata Agus.

Selain itu, lanjut dia, kontrol yang dilakukan Pemprov DKI juga bisa dalam penetapan tarif parkir maupun penyediaannya tempat parkir itu sendiri. Bisa pula dengan pelarangan kendaraan pribadi terutama kendaraan roda dua.

Menurut dia, seharusnya di kawasan yang sudah dilintasi MRT Jakarta diberlakukan pelarangan kendaraan roda dua melintas. Sebab, sepeda motor dinilai akan mengganggu lalu lintas di kawasan tersebut.

"Supaya masyarakat mau naik kendaraan umum yang melayani rute di sana motor roda dua sudah tidak boleh harusnya. Karena itu akan mengganggu kelancaran angkutan umum itu," tutur dia.

Sementara, Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Budi Setiawan mengatakan, mengenai ERP saat ini vendor dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam proses penjajakan sistem. Menurutnya, ERP masih dalam proses lelang.

"Iya saat ini vendor dengan LKPP lagi penjajakan sistem. Itu masih dalam bagian proses lelang," kata Budi.

Namun, ia belum mengetahui secara rinci mengenai proses ERP yang hingga kini belum diterapkan. Padahal, lanjut Budi, penerapan ERP seharusnya berbarengan dengan beroperasi MRT Jakarta sesuai Rencana Induk Transportasi Jakarta (RITJ).

"Seharusnya demikian tapi memang belum bisa ERP ini siap. Ganjil-genap kan ada. Sebetulnya ada beberapa kemungkinan untuk mengiringi kebijakan MRT dan LRT yakni ERP dan tarif parkir tinggi," ujar dia.

Ia mengatakan, untuk menunjang pengoperasian MRT dan LRT akan dilakukan perpanjangan ganjil-genap. Hal itu menurut dia, karena evaluasi setiap enam bulan terus dilakukan, pihaknya akan melihat keefektifan kebijakan ganjil-genap.

"Kalau ERP enggak siap ya ganjil-genap bisa kita perpanjang. Kan ada evaluasi tiap enam bulan. Kalau memang efektif dan ERP belum siap ya bisa kita perpanjang," ujar Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement