Kamis 21 Mar 2019 12:23 WIB

PSI Tolak Ide Wiranto Soal Hoaks Dikenakan Pasal Teroris

Hukum harus bersikap tegas, tapi juga proporsional.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Rian Ernest memberikan tanggapan terkait penangkapan Romahurmuziy. Ia menghormati penegakan hukum yang sedang berjalan dan menjunjung asas praduga tak bersalah. Ernest memberikan pernyataan di sela diskusi publik Parameter Politik Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat (15/3).
Foto: Republika/Riza Wahyu Pratama
Rian Ernest memberikan tanggapan terkait penangkapan Romahurmuziy. Ia menghormati penegakan hukum yang sedang berjalan dan menjunjung asas praduga tak bersalah. Ernest memberikan pernyataan di sela diskusi publik Parameter Politik Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat (15/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto untuk menjerat pelaku penyebar hoaks dengan Undang-Undang (UU) Terorisme menuai penolakan. Juru Bicara Bidang Hukum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Rian Ernest menilai rencana tersebut tidaklah proporsional.

"Apabila lalu digunakan pendekatan anti teror, nantinya menjadi tidak proporsional. Apa iya, penyebar hoaks punya tujuan menghancurkan obyek vital yang strategis," ujar Rian kepada Republika.co.id, Kamis (21/3).

Baca Juga

Menurutnya, Indonesia telah memiliki undang-undang yang dapat dikenakan kepada penyebar berita hoaks. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. "Sudah ada beberapa pelaku yang masuk bui dengan UU Tahun 1946 ini. Jadi sudah ada instrumennya," ujar Rian.

Ia berharap agar rencana untuk menggunakan UU Terorisme bagi penyebar hoaks ditelaah kembali. Karena penyebar hoaks bukanlah seseorang yang dapat disejajarkan dengan teroris.  "Sekali lagi, hukum harus tegas tapi juga harus proporsional. Apalagi iklim demokrasi di Indonesia sekarang, rakyat bisa mengemukakan pendapat secara bebas," ujar Rian.

Sebelumnya, Wiranto menyatakan hoaks merupakan bagian dari tindakan terorisme dan karenanya pelaku bisa dijerat dengan UU Terorisme. Ia mendefinisikan terorisme sebagai suatu tindakan yang menimbulkan ketakutan di masyarakat.

Menurut Wiranto, hoaks yang mengancam masyarakat untuk tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) sudah masih ke dalam pengertian terorisme. Ia menyebutkan, kabar bohong merupakan ancaman baru yang sebelumnya tidak begitu marak pada pelaksanaan pemilu dan keberadaannya dapat mengganggu psikologi masyarakat.

Ia menilai, hoaks merupakan ancaman baru yang sebelumnya tidak begitu marak pada pelaksanaan pemilu. Hoaks, katanya, dapat mengganggu psikologi masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement