REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menanggapi usulan Komisi B DPRD DKI Jakarta mengenai tarif Moda Raya Terpadu (MRT) digratiskan. Menurut dia, digratiskannya tarif MRT maupun Lintas Raya Terpadu (LRT) tidak dimungkinkan.
"Rasanya enggak mungkin," ujar Anies di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Rabu (20/3).
Menurut dia, dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta terbatas. Sementara, penetapan tarif MRT dan LRT maupun besaran subsidi masih dalam pembahasan di DPRD. Akan tetapi, ia mengatakan, akan mengumumkan tarif MRT sebelum persemian pada 24 Maret 2019 oleh Presiden Joko Widodo.
"Kita berharap Insya Allah. Kemarin saya juga sudah bicara dengan Pak Ketua DPRD Insya Allah sebelum tanggal 24 akan bisa di tetapkan," kata Anies.
Ia menjelaskan, tarif MRT fase I rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI) ini berbeda dengan tarif moda transportasi lainnya. Tarif MRT menyesuaikan jarak tempuhnya, jadi tiap titik keberangkatan dan kedatangan itu nanti akan menentukan berapa besarannya.
Namun, kata Anies, secara umum rata-rata tarif yang diajukan ke DPRD DKI sekitar kurang lebih Rp 1.000 rupiah per kilometer. Menurut dia, penetapan tarif mempertimbangkan ability to pay (ATP) dan wilingness to pay (WTP).
"Itu semua sudah dimasukkan. Dan termaksud bila harus menggunakan kendaraan pribadi. Berapa biaya yang harus dikeluarkan jadi sudah dimasukkan semua faktor itu," jelas Anies.
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdurahman Suhaimi mengatakan, pihaknya ingin MRT Jakarta digratiskan bagi warga ibu kota. Menurut dia, paling penting subsidi dikeluarkan tepat sasaran untuk warga ber-KTP DKI Jakarta.
"Kita ingin lebih detail lagi sebenarnya, hitungannya untuk subsidi yang sebenarnya, andaikan saja digratiskan untuk masyarakat DKI. Subsidi itu harus tepat sasaran," kata Suhaimi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, tarif moda transportasi umum yang gratis bagi warganya menjadi kewajiban Pemprov DKI. Sebab, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI juga berasal dari uang rakyat yang harus dikembalikan lagi ke masyarakat.
Suhaimi meminta, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menghitung secara riil kebutuhan yang akan disubsidi untuk MRT dan LRT. Menurut dia, seharusnya Pemprov DKI bisa menghitung jumlah penumpang MRT dan LRT yang akan menaiki dua moda transportasi berbasis rel tersebut.
"Secara umum saya minta bagi masyarakat DKI dulu. Kalau misalnya enggak pantas dapat subisdi karena kaya, tetapi karena harus ada kriteria bagaimana menghitung teknisnya," kata Suhaimi.
Ia mengatakan, tarif MRT dapat digratiskan minimal satu tahun sejak beroperasi untuk publik secara resmi. Menurut Suhaimi, gratisnya MRT ataupun LRT justru membuat ekonomi masyarakat bergerak.
"Enggak, karena itu kan diambil dari pajak. Artinya jsutru masyarakat akan bergerak. Kedua, dari sisi pariwisata akan jalan berarti ekonomi jalan orang berdatangan mondar-mandir gratis. Sehingga akan naik lagi," jelas dia.