Selasa 19 Mar 2019 21:40 WIB

Tiga Tugas Berat Polri Jelang Pilpres Versi IPW

Polri dituntut mampu merangkul kedua kubu capres-cawapres.

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia Police Watch (IPW) menilai ada tiga tugas berat Polri menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019. Tiga tugas ini menurut IPW harus dapat diatasi Polri untuk mencegah perpecahan pasca pemilihan yang akan dilaksanakan pada April 2019 nanti. 

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, menjelaskan tugas pertama Polri adalah mengantisipasi rasa percaya diri yang berlebihan dari para pendukung calon presiden (capres). Karena, kata dia, dikhawatirkan jika capresnya kalah akan memunculkan masalah serius di masyarakat.  

Baca Juga

Kedua, lanjut Neta, mengantisipasi isu adanya upaya mendelegitimasi hasil Pilpres 2019. Isu ini menurutnya, dikhawatirkan akan menjadi bola liar yang bisa mengancam keamanan masyarakat pasca-pilpres 2019.   

“Ketiga, jajaran kepolisian perlu mendata dan mengantisipasi melebarnya kantong kantong radikalisme dan terorisme,” kata Neta S Pane dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Selasa (19/3). 

Menurutnya, dengan antisipasi yang ketat dari kepolisian maka diharapkan bisa segera mengunci kelompok-kelompok radikal maupun terorisme yang hendak bergerak memanfaatkan panasnya situasi euforia politik menjelang maupun pasca-pilpres 2019. Apalagi sebentar waktu lalu, sambung Neta, ditemukan sejumlah bahan peledak dan aksi bom bunuh diri di Sibolga Sumut. 

Ini menurut Neta mengindikasikan telah meluasnya jaringan kelompok radikal dan teroris di tahun politik 2019. Neta menilai situasi keamanan nasional menjelang Pilpres 2019 semakin panas.

"Para pendukung capres tidak hanya larut dalam euforia politik yang tinggi, tapi juga sudah terjebak dalam pertarungan hidup mati,” ujar Neta.

Kubu Prabowo misalnya, lanjut dia, bertekad bertarung habis-habisan untuk memenangkan Pilpres 2019. Sebab di tahun politik inilah kesempatan terakhir Prabowo untuk mengikuti pilpres. Sehingga hanya satu kata bagi mereka, yakni menang. Semua daya dan kekuatan pun diarahkan untuk memenangkan Pilpres 2019.

“Sebaliknya, bagi kubu Jokowi, Pilpres 2019 adalah harga diri seorang “pejawat untuk mempertahankan kekuasaan dan menambah periode kekuasaan agar bisa happy landing,” ungkap Neta. 

Bagaimana pun kubu Jokowi tidak akan mau kalah dengan Presiden SBY yang bisa happy landing dengan dua periode. Dan kubu Jokowi pun tidak mau bernasib nahas seperti Presiden Megawati, yang keok sebagai pejawat di pilpres 2004, hingga tidak bisa happy landing dua periode kepresidenan. 

“Dalam situasi seperti ini bisa dibayangkan bagaimana ngototnya kedua kubu untuk memenangkan pilpres 2019, sehingga terkadang kedua kubu terlihat seperti menghalalkan segala cara untuk memenangkan pilpres,” kata Neta.

Padahal pilpres ungkap Neta, sejatinya adalah sebuah kegembiraan politik dan bukan perang, apalagi perang membawa-bawa agama. Pilpres bukanlah membelah dan mengkotak kotakan masyarakat hingga terpecah belah menjadi musuh bebuyutan sesama saudara sebangsa.

Untuk itu, menurut IPW, Polri dan TNI perlu profesional dan independen menghadapi situasi ini. Polri perlu menyatukan kedua kubu untuk membuat kesepakatan Pilpres Damai dan masing masing kubu menyatakan, siap menang siap kalah. 

Polri dan TNI pun perlu mengimbau kedua kubu bahwa keamanan negeri ini adalah hal yang lebih penting dan NKRI, Pancasila serta Bhineka Tunggal Ika adalah harga mati yang tidak bisa dikooptasi siapapun. Apalagi dikoptasi kelompok radikal maupun para teroris yang memanfaatkan panasnya euforia politik pilpres 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement