REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat Sumatra Utara (Sumut) sebagai representasi dari Indonesia. Alasannya, Sumut memiliki masyarakat dengan beragam suku, adat, dan budaya. Hal ini serupa dengan Indonesia yang juga memiliki masyarakat yang beragam.
Itu disampaikan Presiden Jokowi saat bersama Ibu Negara Iriana menghadiri Pagelaran Budaya Lintas Etnis Provinsi Sumatra Utara di Stadion Teladan, Kota Medan, Sabtu (16/3). Presiden Jokowi dan Ibu Iriana kompak mengenakan pakaian adat Melayu.
Pada awal sambutannya, Presiden menyapa masyarakat dengan beragam sapaan khas Sumut. Ragam sapaan ini, menurut Presiden, menunjukkan keindahan budaya, adat, dan tradisi yang ada di tanah Sumatra Utara.
"Horas, horas, horas! Mejuah-juah, mejuah-juah! Juah-juah, juah-juah! Ya ahowu, ya ahowu, ya ahowu!" ujar Presiden, Ahad (17/3).
Kepala Negara kemudian menyebutkan berbagai suku yang ada di Sumut, mulai dari Karo, Mandailing, Pakpak, Simalungun, Batak Toba, Melayu, hingga Nias. Tak ketinggalan juga etnis India dan Tionghoa.
"Agama yang ada di sini juga berbeda-beda. Ada agama Islam, agama Kristen, agama Katolik, agama Hindu, Konghucu, ada semua, dan Budha," lanjutnya.
Meski memiliki kemajemukan yang tinggi, menurut Presiden, sejarah di Sumatra ini tidak ada mengenai perpecahan, maupun pertikaian. Ia tidak ingin hanya gara-gara perbedaan pilihan politik, persaudaraan itu terpecah.
"Akan rugi besar bangsa ini, akan rugi besar kita semuanya. Aset terbesar bangsa Indonesia, modal terbesar bangsa Indonesia adalah persatuan, adalah persaudaraan, adalah kerukunan," tegasnya.
Oleh karena itu, ia berpesan kepada semua pihak untuk terus menjaga tiga aset terbesar bangsa Indonesia tersebut.
"Marilah kita bersama-sama menjaga persaudaraan kita, merawat persatuan kita, merawat kerukunan kita. Budaya inilah yang mempersatukan kita, budaya kita menjadikan kita bersatu," kata dia.