REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengajukan diri menjadi penjamin permohonan tahanan kota Ratna Sarumpaet. Fahri mengaku prihatin dengan kondisi Ratna.
"Dia berumur 70 tahun, kebetulan saya mendapat surat. Kasihan sekali itu keadaannya itu ya, karena saya tahu, dalam usia seperti itu ya, kemudian dia melakukan kesalahan dan diakui, apa gunanya itu ditahan?" kata Fahri ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (13/3).
Fahri mempermasalahkan pasal yang dipakai untuk menjerat Ratna. Diketahui, Ratna dijerat dengan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.
Menurut Fahri, penggunaan UU Nomor 1 tahun 1946 terlalu mengada-ada dan dibuat-buat. Pasalnya, bila menggunakan UU ITE saja dengan ancaman di bawah lima tahun, Ratna tak seharusnya ditahan. Maka, kata Fahri penggunaan UU Nomor 1 tahun 1946 itu terkesan dipaksakan agar Ratna ditahan, karena ancamannya melebihi lima tahun. Apalagi, kata Fahri, UU tersebut sudah lama tak digunakan.
"Kita juga sudah tidak pernah tahu ada itu undang-undang, dan juga tidak pernah dipakai selama ini. Dipakailah pasal ini pasal zaman purba, 76 tahun yang lalu," kata Fahri.
Terkait kesediaan menjadi penjamin Ratna, Fahri menuturkan, ia tergerak saat mengetahui keadaan Ratna melalui surat yang disampaikan kuasa hukumnya. Melihat keadaan Ratna yang memprihatinkan, Fahri pun menyanggupi untuk menjadi penjamin agar Ratna cukup menjadi tahanan kota.
"Terus terang itu ya, saya juga menjadi menyesal, kenapa kok sekarang kita baru sadar bahwa apa yang terjadi pada Bu Ratna itu keterlaluan, come on ya, hentikanlah itu," kata Fahri.