REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Bidang Ekonomi Kreatif Triawan Munaf meninjau secara langsung perkembangan bioskop rakyat yang ditargetkan akan rampung pada April 2019 mendatang, beberapa waktu lalu. Dengan luas 1.200 meter persegi dan berlokasi di lantai tiga Pasar Teluk Gong, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, bioskop itu akan menjadi bioskop rakyat pertama di Indonesia.
Pembangunan bioskop rakyat ini berawal dari ide Direktur Utama Keana Films yang juga menjabat sebagai ketua umum PARFI '56, Marcella Zalianty, dan beberapa anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta.
Dalam tinjauannya, Triawan menyambut baik inisiatif dari Marcella dan Kadin DKI Jakarta atas diadakannya bioskop rakyat itu. Selain itu, kata Triawan, hal tersebut juga didasari atas meningkatnya antusiasme masyarakat terhadap film-film nasional saat ini.
"Ya sangat baik. Karena kita menyambut kegairahan film nasional sekarang dengan memberikan akses yang lebih kepada yang belum tentu bisa masuk ke bioskop-bioskop kelas atas yang memang bioskop-bioskop kelas atas di sini terbaik di dunia," ujar Triawan kepada wartawan.
Selain itu, Triawan menyebut bahwa film-film nasional masih membutuhkan tempat-tempat penayangan film itu. "Kita tahu kan jumlah produksi film yang meningkat akhir-akhir ini memerlukan lebih banyak lagi layar," kata Triawan.
Triawan menekankan kepada pihak-pihak terkait dalam pendirian bioskop rakyat itu agar tetap menjaga kualitas pelayanan dan kerapian manajemen. Menurut dia, kedua hal itu adalah salah satu kelebihan dari bioskop-bioskop di Indonesia. Ia juga berharap agar para investor besar turut serta dalam keberlangsungan bioskop itu.
"Saya ingin investor besar melirik. Ini kan sebuah model bagi para pebisnis untuk melihat kemungkinan lain di luar mal-mal mewah, tapi bukan berarti kita mengorbankan kenyamanan," kata Triawan.
Selain itu, menurut Marcella, bioskop itu didirikan dengan konsep yang berbeda dengan bioskop-bioskop lain pada umumnya. "Konsepnya tidak sekadar bioskop, tapi juga ada edusinema. Nanti ada creative center. Jadi, kita ingin membangun komunitas sekitar sehingga mereka tidak hanya menjadi objek atau penonton. Namun, suatu saat mereka tahu cara membuat film, sebuah karya," kata Marcella.
Marcella menambahkan, dasar diadakannya bioskop rakyat itu atas pertimbangan beberapa hal. Pertama, ia mengharapkan sebagai perwakilan produser film agar layar film di Indonesia diperbanyak.
"Karena kalau kita melihat jumlah populasi Indonesia, layar kita masih sedikit. Walaupun alhamdulillah ada sedikit penambahan (layar) dari bioskop Indonesia," ujar Marcella.
Kedua, menurutnya, Indonesia adalah market penonton film yang besar sehingga membutuhkan lebih banyak lagi layar film. Ketiga, kata Marcella, Indonesia memang belum mempunyai sinema untuk melayani masyarakat menengah ke bawah dengan harga tiket yang terjangkau.
"Karena kita pasti ingin film Indonesia jadi milik masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia menonton film Indonesia. Artinya, mereka tidak perlu sungkan kalau mereka tidak mampu atau terlalu jauh ke mal atau terlalu mahal misalnya. Mereka tetap bisa menonton. Jadi, ini melengkapi. Konsepnya tidak sama dengan yang sudah ada, tetapi melengkapi dengan dimensi yang semuanya berbeda," kata Marcella menjelaskan.
Ia juga berharap dengan lahirnya bioskop itu dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap masyarakat banyak. "Diharapkan tidak hanya business impact, memang masih sangat berisiko ya kalau business impact, tetapi ada ecosystem impact dan social impact," kata Marcella.
Adapun pendapat beberapa pedagang di kawasan itu beragam. Penjual pakaian di salah satu toko di pasar itu, Yurma Elvina, mengaku biasa saja dengan diadakannya bioskop rakyat itu.
"Ya biasa saja sih, kita mah di sini saja enggak mungkin ke atas-atas," ujar Yurma.
Menurut dia, masyarakat umumnya hanya akan membeli tiket nonton saja walaupun ada beberapa yang mungkin mampir ke tokonya. "Bergantung sih, kalau penjualan naik sih tergantung. Karena kan paling orang cuma mau nonton doang, enggak sekalian beli. Palingan cuma cuci mata saja," kata Yurma.