Rabu 13 Mar 2019 06:19 WIB

'Jangan Tidur di Kereta'

Pada 2018, terjadi 34 kasus pelecehan seksual di kereta dan korbannya perempuan

Rep: Agata Eta/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah penumpang menaiki KRL Commuter Line di Jakarta, Senin (18/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah penumpang menaiki KRL Commuter Line di Jakarta, Senin (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mulai Selasa (12/3) menggelar kampanye pencegahan pelecehan seksual di Commuter Line. Kampanye ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret.

Eva Chairunisa selaku Vice President Communication PT KCI Indonesia mengatakan, kampanye ini akan dilakukan dengan memutar video edukasi terkait pelecehan seksual dalam perjalanan kereta. "Nantinya akan ada video edukasi tentang pencegahan pelecehan seksual yang diputar terus-menerus di KRL," kata Eva dalam konferensi pers di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (12/3).

Ia mengatakan, acara ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pengguna KRL mengenai pelecehan seksual yang biasa terjadi di ranah publik. Kampanye ini juga untuk membangun kesadaran diri penumpang agar mau menjaga diri sendiri di dalam KRL.

“Apalagi di dalam kereta itu kan setiap rangkaian kira-kira ada 1.600 penumpang, sedangkan petugas hanya ada delapan orang. Jadi, kami berharap ada kesadaran dari penumpang sendiri," kata Eva.

Penumpang juga diajak untuk membantu mencegah pelecehan yang ditujukan kepada penumpang lainnya dan ikut melaporkan pelecehan tersebut dengan bersedia menjadi saksi.

Dalam kampanye ini, PT KCI menggandeng Komnas Perempuan dan Komunitas Perempuan. Komnas Perempuan sendiri mencatat pada 2018 terjadi pelecehan seksual di ranah publik sebanyak 394 kasus. Sementara PT KCI mencatat sebanyak 34 kasus pelecehan di KRL pada 2018 di mana korbannya mayoritas adalah perempuan. Dari jumlah itu, hanya 20 kasus yang kemudian dilaporkan kepada petugas.

Jumlah ini meningkat dibandingkan pada 2017 yang mana ada 25 kasus, tetapi tidak ada satu kasus pun yang dilaporkan kepada aparat penegak hukum. "Banyak yang akhirnya memilih jalan damai ketika kasus ini sudah sampai kepada pihak kepolisian," kata Eva.

Menurut dia, para korban banyak yang akhirnya menolak mengangkat kasus ini ke pengadilan karena beragam motif. "Kebanyakan karena motif pribadi, ada yang karena malu. Ini yang kami sayangkan," kata Eva.

Untuk itu, ia mengajak pengguna KRL agar mau melanjutkan kasus pelecehan seksual ke pihak kepolisian agar memberi efek jera bagi pelaku. "Apalagi, beberapa kali kami temukan bahwa pelaku ini adalah orang yang sama," kata dia.

Sementara, komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amirudin, yang turut hadir dalam kampanye itu mengatakan, kepadatan yang terjadi di dalam KRL pada jam-jam tertentu membuat pelaku pelecehan makin leluasa menjalankan aksinya.

"Adanya gerbong khusus perempuan pun bukan menjadi solusi pelecehan seksual di KRL," kata Mariana.

Untuk itu, perlu adanya sosialisasi dan pendidikan publik akan pelecehan seksual. "Hal ini bisa menjadi solusi jangka panjang pencegahan pelecehan seksual itu sendiri," katanya.

Sementara, Rika Rosvianti-Neqy dari Komunitas Perempuan menilai pelecehan seksual yang dialami wanita di transportasi publik dapat menghambat kesetaraan gender.  "Perempuan dewasa dan anak rentan mengalami kekerasan seksual dalam mengakses layanan pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan," kata Rika.

Selain memutar video, kampanye juga dilakukan dengan membagikan pamflet berisi informasi terkait bentuk-bentuk kekerasan seksual, modus pelecehan seksual, dan cara meminta bantuan ketika menjadi korban.

PT KCI juga membagikan tip agar terhindar dari pelecehan seksual selama berada di kereta. "Saat di kereta sebisa mungkin jangan tidur," imbau dia.

Ia juga mengimbau, bermain ponsel boleh, tapi tetap waspada dengan keadaan sekitar. Sementara pelaku pelecehan seksual dapat dipidana dengan hukuman penjara sembilan tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement