Selasa 12 Mar 2019 10:33 WIB

Ratna Sarumpaet Jalani Sidang Lanjutan Kasus Berita Bohong

Sebelumnya agenda tanggapan JPU dalam kasus berita bohong sempat tertunda.

Rep: Agata Eta/ Red: Esthi Maharani
Sidang Lanjutan Ratna Sarumpaet. Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet meninggalkan ruangan seusai mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Sidang Lanjutan Ratna Sarumpaet. Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet meninggalkan ruangan seusai mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (6/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong melalui media elektronik, Ratna Sarumpaet kembali menjalani sidang pada Selasa (12/3). Agenda sidang lanjutan ini yakni tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi yang diajukan pihak terdakwa. Sidang  dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Joni dan dibuka pada pukul 09.15

Sebelumnya agenda tanggapan JPU sempat tertunda. Seharusnya sidang lanjutan dilakukan pada Rabu (6/3). Namun tim kuasa hukum  meminta dakwaan dibatalkan.

Baca Juga

Pada sidang sebelumnya, jaksa mendakwa Ratna menyebarkan berita bohong untuk membuat keonaran yang melanggar UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Dakwaan kedua adalah menyebarkan kebencian atas dasar SARA sebagaimana diatur dalam pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 ayat 2 UU ITE No 11 tahun 2008

Tim kuasa hukum Ratna pun menyebut bahwa dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sehingga tidak memenuhi ketentuan yang tertuang dalam Pasal 143 ayat 2 huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tim kuasa hukum Ratna menyatakan tuntutan tersebut tidak menjelaskan dengan detail terkait kalimat mana yang menjadi bagian dari ujaran kebencian serta tidak jelas ditujukan kepada pihak suku mana. Pihak kuasa hukum juga mempertanyakan ketidakcermatan penuntut umum.

Penuntutan umum telah keliru dan tidak berdasar ttg peraturan hukum pidana. Pasal 14 ayat 1 UU 1946. Namun, jaksa penuntut umum bersikukuh Ratna tetap bersalah dan meminta hakim menolak nota keberatan pihak Ratna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement