Senin 11 Mar 2019 21:04 WIB

Diduga Suap Hakim, Pengusaha Dituntut 7 Tahun Penjara

Hakim yang disuap adalah hakim Tipikor.

Terdakwa suap Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Merry Purba, Tamin Sukardi mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/3).
Foto: Republika/Prayogi
Terdakwa suap Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Merry Purba, Tamin Sukardi mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Ini karena dia menyuap hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Medan Merry Purba.

"Menyatakan terdakwa Tamin Sukardi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tamin Sukardi berupa pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Luki Dwi Nugroho, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/3).

Baca Juga

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan alternatif pertama pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa mencemarkan dan merusak nama baik lembaga peradilan dan nama baik profesi hakim; terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotismel; terdakwa terbukti merupakan pelaku aktif dan melakukan peran yang cukup dominan dalam pelaksanaan kejahatan; terdakwa memberikan keterangan berbelit-belit dan berusaha mengaburkan fakta perbuatan," ujar jaksa.

Tamin dinilai terbukti menyuap Merry Purba sebesar 280 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 2,96 miliar) melalui panitera pengganti Helpandi, yaitu sebanyak 150 ribu dolar Singapura diberikan untuk kepentingan Merry Purba, sedangkan sisanya 130 ribu dolar Singapura rencananya akan diberikan kepada Sontan Merauke Sinaga selaku hakim anggota I.

Tujuan pemberian itu adalah agar Tamin mendapat putusan bebas dalam putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn mengenai pengalihan tanah negara/milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektare bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa di Pasa IV Desa Helvetia, Deli Serdang atas nama Tamin Sukardi.

Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan menunjuk Wahyu Prasetyo Wibowo sebagai hakim ketua, Sontan Merauke Sinaga sebagai hakim anggota I dan Merry Purba sebagai hakim anggota II Ad Hoc, serta Helpandi sebagai panitera pengganti. Wahyu lalu menerbitkan surat penetapan penahanan terhadap Tamin di Tutan Tanjung Gusta Medan selama 30 hari sejak 10 April 2018.

Tamin mengajukan permohonan pengalihan status menjadi tahanan rumah dengan alasan medis pada 9 Juli 2018. Saat Helpandi mengajukan draf pengalihan status Tamin, masing-masing hakim menanyakan kepada Helpandi dengan kalimat "kok hanya tanda tangan saja?"

Dalam beberapa kali permintaan tanda tangan untuk penetapan izin berobat terdakwa Tamin, terlontar pertanyaan baik dari Merry Purba, Sontan Merauke maupun Wahyu Prasetyo dengan kalimat seperti 'kok gini-gini aja?' atau 'kerja baktinya aja kita dek?', atau 'teken aja kita ini?'. Atas kalimat tersebut Helpandi memahaminya sebagai permintaan uang atau barang dari majelis hakim.

Staf administrasi perusahaan Tamin, Sudarni Samosir lalu melaporkan hasil pertemuan dengan Helpandi kepada Tamin, dan ia pun meminta agar mengkomunikasikan dengan majelis hakim agar hakim tidak kecewa dan agar putusan perkaranya bebas pada 27 Agustus 2018.

Helpandi lalu menyebut menyiapkan sebesar Rp 3 miliar untuk tiga orang hakim, dan Tamin menyanggupinya. Ia kemudian menghubungi rekannya Hadi Setiawan yang sudah berkomitmen untuk membantu dirinya. Tamin memberikan uang sejumlah 280 ribu dolar Singapura dalam amplop ke Hadi untuk diserahkan ke majelis hakim.

Pada 24 Agustus 2018, Helpandi bertemu dengan Merry Purba di lorong kerja dan mengatakan bahwa Tamin minta dibantu untuk putusan dan akan ada pemberian sejumlah uang dari Tamin.

Uang untuk Merry Purba diserahkan pada 25 Agustus 2018 di showroom mobil Honda di Jalan Adam Malik, Helpandi lalu memberikan 150 ribu dolar Singapura kepada seorang pria yang mengendarai mobil Toyota Rush milik Merry Purba, sedangkan uang untuk Sontan akan diserahkan sesaat putusan dibacakan yaitu 27 Agustus 2018.

Pada 27 Agustus 2018, majelis hakim memutuskan Tamin Sukardi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tipikor secara bersama-sama dan dijatuhi pidana 6 tahun, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 132,468 miliar sedangkan hakim Merry Purba menyatakan "dissenting opinion" yaitu dakwaan tidak terbukti karena sudah ada putusan perdata berkekuatan hukum tetap.

Pada 28 Agustus 2018 petugas KPK lalu menangkap Helpandi, Tamin Sukardi, Merry Purba dan selanjutnya pada 4 September 2018 Hadi Setiawan menyerahkan diri kepada petugas KPK di Hotel Suncity Surabaya. Atas tuntutan itu, Tamin akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada 21 Maret 2019.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement