REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai NasDem menduga ada upaya sistematis untuk mendelegitimasi pemilu menjelang pelaksanaan Pemilu 17 April 2019. Upaya itu dengan menyebarkan hoaks kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Sekarang KPU diteror dengan hoaks. Sepertinya ada upaya sistematis untuk mendelegitimasi pemilu melalui opini agar publik tidak mempercayai KPU dan hasil kerja KPU mengenai Pemilu Serentak 2019 khususnya Pemilihan Presiden," kata Ketua Bappilu Partai NasDem Effendy Choirie di Jakarta, Kamis (7/3).
Belakangan ini, KPU disudutkan dengan berita-berita hoaks. Misalnya, beredar video yang menyebutkan ada surat suara di Sumatra Utara sudah tercoblos pasangan calon nomor 01 Jokowi-KH Ma'ruf Amin. KPU Sumatra Utara sigap langsung melaporkan akun Facebook tersebut ke Polda Sumut.
Sebelumnya, ada pula isu yang menyebutkan ada surat suara sebanyak tujuh kontainer dari China tiba di Tanjung Priok, Jakarta dan surat suara tersebut sudah tercoblos nomor 01. KPU Pusat bergegas memeriksa kontainer tersebut dan hasilnya nihil alias hoaks.
Selain itu, ada pula isu KTP-el untuk orang asing seolah-olah KPU yang membolehkan pemberian KTP-el untuk orang asing. Padahal, KTP-el untuk orang asing merupakan perintah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan berbunyi: Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el. "Jadi apa yang salah kalau orang asing punya E-KTP. Inilah kalau elite pikirannya hanya memutarbalikkan fakta. Tidak membaca undang-undang, tetapi sekadar berbunyi. Padahal itu mempertontonkan ketidaktahuannya," kata pria yang biasa disapa Gus Choi ini
Dia mengatakan, orang asing pemegang E-KTP tentunya tidak mempunyai hak pilih di Indonesia. Dengan demikian, orang asing pemegang E-KTP juga tidak boleh terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Selain sejumlah berita hoaks di atas, KPU juga terus diserang seolah tidak netral ketika membolehkan Aparatur Sipil Negara (ASN) menyosialisasikan program pemerintah. Alasannya ASN harus netral.
Menurut Gus Choi, netralitas ASN adalah di tempat pemungutan suara, ketika menggunakan hak pilihnya, bukan di ruang kerja. Di ruang kerja, seorang ASN adalah abdi negara, abdi masyarakat yang melaksanakan program pemerintah yang dikepalai Presiden. Jadi, di ruang kerja ASN adalah anak buah presiden.
Menurutnya, penyebaran hoaks yang diarahkan ke KPU bukan tidak mungkin merupakan sebuah skenario besar dan sistematis untuk menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu sehingga terjadi delegitimasi hasil pemilu. Ia khawatir dalam dua bulan ke depan isu-isu akan muncul lagi lebih marak di daerah lain menyangkut KPU setempat.
Isu-isu itu untuk menimbulkan kesan KPU secara keseluruhan bermasalah. "Kecurigaan ini beralasan. Sekarang KPU dibidik. Apalagi ada tekanan-tekanan ke KPU Pusat agar melakukan audit IT. Jika tidak bersih, Prabowo akan mundur. Kelihatan sekali ada agenda setting, entah oleh siapa," ucapnya.
Dengan alasan itu, katanya, polisi harus segera memproses laporan yang disampaikan KPU Sumut dan diharapkan Polda Sumut segera mengungkap pemilik akun FB tersebut. Termasuk, kemungkinan adanya aktor intelektual yang menjadi dirigen serta jaringannya.
Dalam kesempatan itu, Gus Choi pun mengajak semua pihak kembali menggunakan akal sehat dan tidak secara serampangan membuat pernyataan yang mendiskreditkan atau melemahkan KPU. "Jangan pamer kebiasaan suka tuding sana sini, menyalahkan orang lain. Ingat ya, di saat satu jari menuding orang lain, tiga jari sedang mengarah ke diri sendiri," kata Gus Choi.