Kamis 07 Mar 2019 13:29 WIB

MUI Lebak Haramkan Menelantarkan Lahan

Lahan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan budi daya pertanian juga perkebunan

Lahan terlantar
Foto: FB Anggoro/Antara
Lahan terlantar

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak mengharamkan menelantarkan lahan dan tidak dimanfaatkan untuk pertanian maupun perkebunan. Penelantaran lahan dinilai akan berdampak terhadap ketersediaan pangan juga peningkatan pendapatan ekonomi.

"Kita prihatin jika lahan puluhan hingga ribuan hektare ditelantarkan," kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Lebak KH Akhmad Khudori saat dihubungi di Lebak, Kamis (7/3).

Menurutnya, lahan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan budi daya pertanian juga perkebunan. Apabila, lahan tersebut ditelantarkan maka akan menimbulkan kemiskinan juga kesulitan ketersediaan pangan.

Karena itu, MUI Lebak mengharamkan lahan yang ditelantarkan oleh pemiliknya dengan tidak dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan. Apalagi, pemilik lahan itu mengkonsentrasikan tanahnya di kemudian hari harga nilainya berlipat ganda.

"Kami berharap lahan-lahan telantar itu bisa digarap masyarakat dan bersinergi dengan kebijakan Bupati Iti Octavia melalui program "Lebak Sejahtera" itu," katanya menjelaskan.

Menurut dia, pemerintah menargetkan Indonesia mampu berswasembada pangan nasional, sehingga tidak kembali impor  dari luar negeri. Namun, persoalan ketersediaan pangan banyak lahan-lahan yang jumlahnya hingga hektaran baik milik pemerintah, BUMN, perorangan, perusahaan maupun lembaga ditelantarkan.

Padahal, jika dimanfaatkan dan digarap masyarakat akan menyumbangkan swasembada pangan dan kesejahteraan masyarakat. MUI Lebak juga mengapresiasi lahan milik Perum Perhutani yang digarap masyarakat untuk pengembangan jagung di Kecamatan Gunung Kencana hingga menyumbangkan ketersediaan pangan.

Bahkan, masyarakat sebagai penggarap bisa memenuhi kebutuhan jagung untuk  perusahaan pakan di Provinsi Banten. "Saya kira pemanfaatan lahan itu tentu mendongkrak pendapatan ekonomi warga, sehingga dapat meminimalisasi kemiskinan dan pengangguran," ujarnya menambahkan

Menurut dia, pemerintah daerah harus menjembatani kepada pemilik lahan yang jumlahnya hektaran ditelantarkan itu agar pemilik rela dan mau digarap masyarakat.

Penggarapan lahan oleh masyarakat itu sepanjang lahan tidak dimanfaatkan, namun jika pemiliknya menggunakan lahannya maka penggarap harus rela melepaskannya dan tidak menuntut. Pemanfaatan lahan itu guna mendukung swasembada pangan juga kesejahteraan masyarakat.

Apabila pemilik lahan itu tidak mau digarap masyarakat maka bisa dikenakan pajak lebih besar. "Kami berharap pemerintah daerah ke depan jika orang membeli lahan di atas dua hektare ada aturan yang jelas, di antaranya wajib dimanfaatkan untuk pertanian maupun perkebunan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement