REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) sekaligus mantan komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, berpendapat kualitas pemilu Indonesia pada 2019 nanti harus meningkat. Sebab, Pemilu ini adalah pemilu kelima setelah reformasi kita mulai.
"Kita harus betul-betul memastikan kualitasnya itu meningkat," ujar Hadar di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (5/3).
Menurut Hadar, salah satu indikator dari meningkatnya kualitas Pemilu adalah terjaminnya hak pilih setiap warga negara. "Ternyata undang-undang kita belum cukup memastikan terjaminnya hak pilih warga negara," ujar Hadar.
Dalam kesempatan itu, Hadar berserta dua orang pengamat pemilu dan empat orang warga negara lainnya, mendaftarkan uji materi sejumlah pasal dalam UU 7/2017 (UU Pemilu). Pasal-pasal yang diujikan itu dinilai telah menghambat atau menghilangkan hak pemilih warga negara.
Sebab, ketentuan tersebut mengatur yang boleh menggunakan hak pilihnya hanyalah masyarakat yang sudah memiliki KTP-el. "Karenanya kita perlu cari jalan keluar, inilah upaya yang kami lakukan, mudah-mudahan kita bisa dapat jawaban dari MK," tambah Hadar.
Adapun para pemohon dari uji materi tersebut selain Hadar adalah Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari, serta empat orang warga negara Indonesia yang dua diantaranya adalah warga binaan di Lapas Tangerang. Para pemohon mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Pasal 348 ayat (9), Pasal 348 ayat (4), Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), dan Pasal 383 ayat (2) UU 7/2017 (UU Pemilu), karena menilai pasal-pasal tersebut telah menyebabkan pemilih yang tidak memiliki KTP-e kehilangan hak memilih.