REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan akan meningkatkan kordinasi antar instansi, Ormas, serta perguruan tinggi untuk menurunkan angka perceraian dan nikah usia dini di Jatim. Menurutnya ini penting, karena tingginya perceraian akan banyak berpengaruh pada kualitas hidup keluarga, terutama anak- anak yang membutuhkan perlindungan dan tumbuh kembang dengan baik.
“Salah satu caranya yakni dengan memperkuat pelaksanaan kursus calon pengantin (Suscatin),” kata Khofifah saat menerima audiensi Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya di Gedung Nagara Grahadi, Surabaya, Selasa (5/3).
Khofifah meyakini, dengan mengikuti Suscatin, muda-mudi atau pasangan calon pengantin akan dibekali materi dasar tentang pengetahuan dan ketrampilan kehidupan berumah tangga. Apalagi, kata dia, masalah perceraian merupakan tanggung jawab bersama. Maka yang harus diperkuat adalah pada sisi preventif dan promotif.
Selain itu, untuk membangun komitmen bersama, pihaknya akan membuat focus group discussion (FGD) terkait masalah ini. Kegiatan pertama akan digelar di Kabupaten Malang yang angka perceraiaan dan nikah usia dininya masih tinggi. Menurutnya, sinergitas sangat dibutuhkan mulai dari Pemprov, Kemenag, Pengadilan Tinggi Agama, juga Pemda setempat untuk fokus menyelesaikan masalah tersebut.
“Saya ingin betul kita serius menangani hal ini, dan yang terlibat passion-nya harus di situ. Jika kita sukses memberikan intervensi pada suatu daerah maka akan bisa jadi role model,” ujar Khofifah.
Khofifah juga menyatakan akan menyisir pelaksanaan istbat nikah untuk kepentingan pencatatan pernikahan serta melindungi hak-hak anak. Menurutnya, salah satu penyebab kemiskinan akut yang terjadi di pedesaan yakni karena belum adanya legalitas keluarga.
“Ketika sebuah keluarga miskin tidak memiliki legalitas, maka mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas dari negara seperti KIP atau KIS,” kata Khofifah.
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Bahrussam Yunus menyambut baik tawaran Khofifah tersebut. Pihaknya pun menyatakan kesiapan untuk fokus mengurangi angka perceraian di Jatim. Berdasarkan data yang ada, angka perceraian di Jatim mencapai sekitar 121 ribu, dan penyebab tertingginya antara lain karena ketidakharmonisan, dan ekonomi.
“Kami akan membantu apalagi kami memiliki 37 pengadilan agama yang tersebar di Jatim,” kata Bahrussalam.
Disampaikannya, selain angka perceraian yang masih tinggi, masalah lain yang dihadapi Jatim yakni dispensasi kawin (Diska) atau pernikahan dini. Salah satu wilayah yang cukup tinggi untuk masalah ini yakni Malang selatan.
“Jika program suscatin bisa disosialisasikan dengan baik maka anak-anak muda akan paham terkait risiko pernikahan dini,” kata dia.