Senin 04 Mar 2019 18:10 WIB

‘Banding Itu Hak yang Bersangkutan’

Dalam klausul di SK pemecatan itu, ada waktu 15 hari sejak ditandatangani menteri.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Andi Nur Aminah
Dosen Menggugat: Mantan dosen IAIN Bukit Tinggi, Hayati, tiba di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Senin (3/3). Hayati tiba untuk menggugat pemecatannya.
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Dosen Menggugat: Mantan dosen IAIN Bukit Tinggi, Hayati, tiba di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Senin (3/3). Hayati tiba untuk menggugat pemecatannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Humas Data dan Informasi (HDI) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama Mastuki mengatakan, pengajuan banding yang dilakukan dosen IAIN Bukit Tinggi, Hayati Syafri, adalah hak yang dapat diperjuangkan. Mastuki juga menjelaskan, pengajuan banding tersebut boleh saja dilakukan jika masih dalam dalam masa klausul surat keterangan pemecatan.

“Banding itu hak yang bersangkutan. Dalam klausul di SK pemecatan itu ada waktu 15 hari sejak ditandatangani menteri, di mana yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan,” ujar Mastuki saat dihubungi Republika, Senin (4/3).

Baca Juga

Di sisi lain, dosen IAIN Bukit Tinggi, Hayati Syafri, mengajukan gugatan banding ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapeg), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), pada Senin (4/3) hari ini. Hal itu dilakukannya karena tidak terima dengan pemberhentian dirinya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) oleh Kementerian Agama beberapa waktu lalu.

Kuasa hukum Hayati dari PAHAM Indonesia, Zulhesni, mengatakan, semua berkas yang dibutuhkan untuk mengajukan banding sudah siap. "Insya Allah, rencananya memang besok. Bu Hayati saat ini sudah ada di Jakarta," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (3/3) kemarin.

Ia menegaskan, perlengkapan administrasi untuk proses gugatan sudah dibuat dan akan diberikan ke Kemenpan-RB esok hari. Ia mengatakan, dalam surat banding, Hayati mengemukakan alasan ia dipanggil oleh Kementerian Agama beberapa waktu lalu.

Zulhesni menjelaskan, pada saat dipanggil oleh Kementerian Agama, Hayati lebih banyak diperiksa mengenai masalah cadar yang dikenakannya. Sanksi pemecatan yang diberikan pun dinilai terlalu berat dan tidak sesuai dengan prosedur yang ada.

Hayati langsung mendapatkan surat pemecatan dari Kementerian Agama dengan alasan kehadiran. Zulhesni mengatakan, Hayati seharusnya mendapatkan peringatan terlebih dahulu sebelum akhirnya dinyatakan diberhentikan.

"Kita juga membantah ketidakhadiran yang diadilkan ke Menteri Agama. Bu Hayati tidak hadir itu ada izin, dan itu kita buktikan nantinya ke Bapeg," kata Zulhesni.

Sementara itu, Hayati berharap mendapatkan keadilan. Kehadirannya ke Kemenpan-RB dilakukan untuk mencari kebenaran untuk dirinya. Ia juga berharap keputusan yang diberikan Kemenag dapat ditinjau kembali.

"Yang saya lakukan (selama izin) itu adalah wujud pengabdian untuk negeri, tapi mungkin dari sisi administrasinya yang kurang atau apa. Makanya saya ajukan banding," kata Hayati saat diwawancari secara terpisah.

Ketidakhadiran Hayati di kampus karena dia tengah menyelesaikan S-3. Padahal, menurut Hayati, meminta izin tidak mengajar karena sedang menyelesaikan S-3 adalah hal yang sering dilakukan di lingkungan akademis.

Ia berharap dapat segera menyelesaikan kasus ini dan dapat pulang ke Padang, Sumatra Barat, untuk menjalani kewajibannya. "Yang pasti, kalau bisa secepatnya, karena anak-anak di rumah, banyak kewajiban yang ditinggalkan," kata Hayati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement