REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk memberikan perbedaan signifikan pada KTP-el bagi warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA). Hal tersebut belum diantur dalam undang-undang (UU) Administrasi Kependudukan.
"Meskipun secara teknis dibedakan, yaitu bahasa di dalam e-KTP orang asing itu menggunakan bahasa Inggris. Itu tidak bisa dilihat kasat mata," ujar Anggota Komisi II DPR RI, Firman Soebagyo, dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/3).
Di dalam UU Administrasi Kependudukan, kata dia, tidak ada perbedaan yang begitu mencolok terhadap KTP-el bagi WNA. Ia memberikan contoh, di beberapa negara lain seperti di Amerika Serikat san Eropa, ada perbedaan signifikan terkait pewarnaan kartu identitas.
"Sehingga siapapun yang meilihat dari jauh, ketahuan, oh ini asing, ini indonesia. Inilah yang sekarang menimbulkan persoalan. Ini yang harus dicari solusi," jelas dia.
Menurutnya, untuk membuat perbedaan terhadap kartu identitas tersebut, harus ada aturan yang dapat dijadikan dasar hukumnya. Di UU Administrasi Kependudukan, kata dia, tidak mengamanatkan ada perbedaan warna.
"Kalau tiba-tiba nanti Kemendagri mengubah warna tanpa dasar hukum, ini melanggar UU. Oleh karena itu peraturan ini bisa dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan-peraturan lain," ungkapnya.
Di samping itu, Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, I Gede Suratha, menyebutkan, harus ada dasar hukum untuk mengubah desain KTP-el untuk warga negara asing (WNA). Hal tersebut pun ia sebut harus dikaji secara mendalam agar dampaknya positif, bukan negatif.
"Pasti harus ada dasar hukumnya. Tidak bisa kita serta-merta mau mengubah itu, tidak bisa. Jadi harus dilandasi dengan produk-produk hukum yang melandasi," ujar Gede usai diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/2).
Dalam membentuk produk hukum itu, kata dia, harus benar-benar dikaji secara mendalam. Dengan begitu, bisa dibuat produk hukum yang sesuai dan berdampak luas dengan positif bagi kepentingan bangsa dan negara.
"Sehingga dampak daripada kebijakan itu tidak berdampak yang lebih luas justru negatif gitu. Jadi kita inginkan semua ini dampaknya positif. Semua untuk kepentingan bangsa dan negara," jelas dia.