Kamis 28 Feb 2019 22:51 WIB

LIPI: Setiap Rumah Harus Memiliki Satu Ruang Aman

Ruang aman menurut peneliti LIPI menjadi solusi menghadapi ancaman gempa

Gempa Bumi Solok Selatan: Warga menunjukan rumahnya yang rusak akibat gempa bumi di Nagari Talunan Maju, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, Kamis (28/2/2019).
Foto: Antara/Humas Solok Selatan
Gempa Bumi Solok Selatan: Warga menunjukan rumahnya yang rusak akibat gempa bumi di Nagari Talunan Maju, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, Kamis (28/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap satu rumah harus memiliki satu ruang aman untuk meminimalkan jatuhnya korban jiwa akibat gempa yang bisa datang kapan saja. Hal ini dikatakan Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto.

"Ruang aman dapat menjadi solusi menghadapi ancaman gempa," katanya usai accara Ecotalk di Jakarta, Kamis (28/2). Menurut dia, ruang aman dapat berwujud ruangan yang dibuat khusus supaya tidak runtuh oleh gempa atau bisa juga ruangan kecil, seperti kamar mandi, yang diperkuat konstruksinya.

Baca Juga

Misalnya, kata dia, kamar mandi sepanjang luasnya bisa melindungi seluruh keluarga, bisa menjadi ruang aman bagi keluarga saat terjadi gempa.

Hal yang lebih sederhana lagi, kata dia, mebeler, seperti meja atau ranjang yang didesain kokoh, diperkuat siku baja pada pangkal kaki dan tiangnya sehingga dapat untuk berlindung dari tertimpa bangunan atau perabot yang jatuh.

"Tempat tidur diberi atap yang memang kuat atau meja makan dengan menambahkan siku baja di kakinya. Khawatirnya gempa malam hari biasanya kita enggak terlalu waspada bisa selamat. Jadi memang bisa sesederhana itu," ucap dia.

Eko juga mengingatkan perlunya kampanye membuat ruang aman yang relatif mudah dan murah.

"Jika setiap rumah memiliki setidaknya satu ruang aman, korban jiwa dan luka-luka akibat gempa akan dapat dikurangi secara signifikan," ucap dia.

Ia tak memungkiri bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di rumah dengan konstruksi yang tidak tahan gempa, sedangkan membangun rumah tahan gempa membutuhkan biaya besar yang mungkin tidak terjangkau masyarakat.

Selain itu, katanya, merobohkan rumah lama yang kurang baik konstruksinya dan membangun rumah baru juga butuh biaya tidak sedikit.

"Memperbaiki konstruksi rumah yang sudah jadi sehingga menjadi kuat juga tidak murah. Sering kali biaya yang harus dikeluarkan justru lebih mahal daripada membuat rumah baru," kata dia.

Eko juga mengatakan bahwa penyelamatan diri dari gempa ketika di dalam bangunan di negara-negara maju, seperti Jepang atau Amerika Serikat sudah lazim digunakan, seperti menjatuhkan diri, berlindung di bawah mebel yang kuat, bukan di sampingnya, dan berpegangan pada perabot itu. 

Rekomendasi itu, katanya, lebih dikenal dengan istilah "drop, cover, dan hold". 

"Prosedur itu disarankan dapat dilakukan dalam tiga detik atau kurang. Pada banyak kasus gempa, berlindung di bawah mebel terbukti menghindarkan diri dari kemungkinan terluka akibat benda-benda dan pecahan kaca yang jatuh," katanya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement