REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua pasal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) 2008 menyasar tersangka penyebar kabar bohong, Ratna Sarumpaet. Dalam persidangan perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel), pada Kamis (28/2) Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa perempuan 69 tahun tersebut dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A UU ITE.
Jaksa Daru Tri Sadono, saat membacakan dakwaan, meyakinkan majelis hakim dengan tuduhan perbuatan menyebar kabar bohong. Kata Daru, Ratna telah melakukan perbuatan berupa mengirimkan foto atau gambar wajah lebam dan bengkak kepada sejumlah pihak lewat telefon seluler pribadi pada kisaran September 2018. Gambar dan foto tersebut, diakui Ratna sebagai aksi penganiyaan terhadap dirinya.
Namun, foto dan gambar tersebut, menurut JPU sebagai aksi kebohongan. JPU meyakini, perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana. Bahkan menurut JPU perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
“Bahwa perbuatan terdakwa mengirimkan foto atau gambar wajah terdakwa yang lebam dan bengkak akibat penganiayaan disertai dengan kata-kata atau kalimat-kalimat, dan pemberitahuan tentang penganiyaan yang dialaminya kepada banyak orang, yang ternyata hal tersebut merupakan berita bohong, dan telah menciptakan sikap pro dan kontra di kelompok masyarakat,” begitu kata Daru, dalam dakwaan JPU di PN Jaksel, Kamis (28/2).
Pembacaan dakwaan oleh JPU, menjadi pengadilan perdana kasus kabar bohong yang menjerat Ratna Sarumpaet. Pengadilan perdana tersebut, menjadikan Hakim Joni sebagai ketua majelis bersama dua anggota, yakni Hakim Krisnugroho, dan Mery Taat Anggarasih. Sedangkan JPU beranggotakan lima orang. Selain Daru, pembacaan dakwaan juga dilakukan bergantian bersama Jaksa Las Maria Siregar.
Dakwaan JPU setebal 16 halaman. Pembacaan dakwan oleh JPU berlangsung selama hampir dua jam yang dimulai sekitar pukul 09:37 WIB. Dalam dakwaan tersebut menceritakan tentang kronologi penyebaran kabar bohong yang dilakukan Ratna pada medio September 2018. Mengacu dakwaan, dalam penyebaran kabar bohong tersebut, melibatkan sejumlah nama-nama kelompok oposisi pemerintahan saat ini.
Muncul sejumlah nama yang menurut JPU, menjadi saksi atau orang yang menerima, dan meyakini kebenaran kabar bohong bikinan Ratna. Termasuk di antaranya sederetan nama-nama yang ada dalam tim pemenangan calon presiden (capres) 2019 Prabowo Subianto dan Sandiago Uno. Seperti Dahnil Azhar, pun Joko Santoso. Setelah menyelesaikan pembacaan dakwaan, Hakim Joni meminta Ratna memahami apa yang dituduhkan kepadanya.
Dalam tanggapannya, Ratna mengakui sangkaan terhadap dirinya. Bahkan ia mengaku salah. “Saya ingin mengatakan, saya salah,” kata Ratna di hadapan majelis hakim. Namun, dia menambahkan, kronologi yang dibacakan JPU dalam dakwaan, tak akurat.
“Saya mengerti apa dakwaan JPU. Walaupun, ada yang tidak sesuai dengan fakta-fakta,” kata Ratna. Namun Hakim Joni meminta, sangkalan Ratna terkait kronologi dari JPU, dapat disampaikan tertulis pada persidangan selanjutnya, pada Rabu (6/3).