REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain bahaya karena berpotensi menimbulkan longsor, ada bahaya lain yang mengintai dari tambang emas ilegal. Bahaya lain itu, yakni limbah dari penggunaan merkuri dan sianida sebagai bahan baku untuk mengolah emas.
"Penggunaan bahan beracun dan berbahaya ini membahayakan kehidupan dalam jangka waktu yang panjang," ujar Manajer Kampanye Perkotaan, Tambang dan Energi Walhi, Dwi Sawung, kepada Republika, Rabu (27/2).
Menurut Sawung, tanpa merkuri dan sianida, pengolahan emas ilegal sangat sulit dan tidak ekonomis untuk dijalankan. Karena itu, peredaran kedua bahan beracun tersebut harus dihentikan sebagai salah satu cara untuk mencegah adanya tambang liar.
Ia menambahkan, tidak ada tambang dan impor merkuri yang legal di Indonesia. Kalaupun ada, kata dia, bisa dipastikan tambang dan impor merkuri itu ilegal. Sawung menerangkan, merkuri dan sianida kerap dijual di beberapa tempat jual-beli barang.
"Peredaran merkuri dan sianida perlu dicegah. Kalau dia (mengolah emas) pakai gelundung (penghancur batu), menggunakan merkuri. Kalau pakai kolam rendam, menggunakan sianida," jelas dia.
Berdasarkan data yang ia miliki, di Indonesia ini terdapat lebih dari 400-an titik tambang tidak berizin. Semua itu tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik tambang yang menggunakan alat berat maupun yang manual.
Tambang-tambang itu ia sebut sangat membahayakan karena limbah yang ditimbulkannya. Limbah dari tambang itu dapat menyebabkan penyakit minamata, penyakit berupa sindrom kelainan fungsi syaraf. Nama minamata diambil dari tragedi yang pernah terjadi di Kota Minamata, Prefektur Kumamoto, Jepang, sekitar tahun 1958, yakni tragedi pencemaran merkuri.
"Sangat membahayakan karena limbahnya. Limbahnya dapat menyebabkan penyakit minamata. Merkuri itu bisa masuk ke makanan dan tubuh manusia," terang Sawung.