Rabu 27 Feb 2019 10:26 WIB

Pengamat: Jangan Gunakan Pernyataan 'Perang' untuk Pilpres

Pernyataan perang dapat berimbas ke masyarakat yang akan saling membenci.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengingatkan kepada kedua kubu pasangan calon untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan 'perang' dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019. Ia khawatir pernyataan seperti itu akan berimbas ke masyarakat yang akan saling membenci jika sekelilingnya tak mendukung calon sama.

Siti mendorong kedua kubu pasangan calon (paslon) mengamalkan sila-sila Pancasila. Khususnya, sila kemanusiaan yang adil dan beradab, serta kerakyatan yang dipimpin musyawarah serta persatuan sosial.

Ia menambahkan, dua hal tersebut merupakan nilai-nilai yang harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Bukan berarti kita menjadi zalim mendadak, jadi orang zalim. Kalau pemilu kita ini menuju keadaban, seharusnya kampanye juga penuh keadaban. Karena masyarakat yang akan menilai kepada para calon," ujar Siti Zuhro, Selasa (26/2).

Istilah 'perang' sudah digaungkan kedua kubu pasangan calon presiden menjelang pilpres yang kurang dari dua bulan lagi. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Moeldoko, menggunakan istilah 'perang total', sedangkan 'perang badar' dilontarkan Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto–Sandiaga Uno, Neno Warisman, dalam acara Munajat 212.

Siti mengatakan, kondisi politik Indonesia yang 'panas' saat ini salah satunya karena penyelenggaraan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) secara serentak. Kendati demikian, ia berharap, pemilu kali ini dapat lebih baik, lewat peran serta dari tim sukses, relawan, dan pendukung paslon.

"Pemilu kita harus naik kelas, kita wujudkan dalam sikap politik kita masing-masing," lanjutnya.

Selain itu, demi mewujudkan pemilu yang lebih baik, peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraannya. Siti menekankan agar penyelenggara pemilu menjaga netralitas dan profesionalitasnya.

"KPU harus sadar dan sangat hati-hati di saat bangsa Indonesia mengalami keterbelahan," ujarnya.

Kendati demikian, ia meminta kepada masyarakat untuk berhati-hati dengan tidak menganggap penyelenggara pemilu sebagai partisan. Menurutnya, masyarakat perlu menjaga kecurangan pemilu dengan memahami Peraturan KPU (PKPU).

"Kita enggak boleh dan hati-hati sebut KPU dan Bawaslu partisan karena kita suka ini dan enggak suka itu. PKPU harus dibaca dengan cermat agar tidak ada pelanggaran-pelanggaran yang tidak perlu," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement