REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan angkat bicara mengenai dua obat kanker yaitu bevasizumab dan cetuximab yang tidak lagi ditanggung per 1 Maret 2019.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS ) Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, keputusan ini merupakan hasil kesepakatan forum kajian tim manajemen kesehatan independen. Tim ini, dia menambahkan, memiliki tugas review dan menilai berbasis bukti dan data manfaat pelayanan kesehatan bisa masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
"Jadi tim itu adalah kelompok qualified yang melakukan kajian dan assesment manfaat yang diberikan (termasuk obat kanker)," katanya saat ditemui usai acara Peluncuran Data Sampel BPJS Kesehatan: Penggunaan Big Data dalam Pengembangan Evidence Based Policy JKN, di Jakarta, Senin (25/2).
Kendati demikian, ia menegaskan meski dua obat ini tak lagi dijamin mulai bulan depan, bukan berarti peserta JKN-KIS yang jadi pasien kanker tidak dilayani.
"Ini yang perlu disampaikan ke masyarakat, jangan sampai dua obat kanker yang sudah dikeluarkan (tidak lagi ditanggung BPJS Kesehatan) kemudian terkesan masyarakat tidak lagi dilayani atau diobati," ujarnya.
Disinggung mengenai kebijakan yang diprotes beberapa pihak termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) BPJS Watch, ia angkat bicara. Menurutnya, kebijakan ini telah melalui tahapan-tahapan yang berdasarkan bukti dan data.
"Jadi saya kira harus menghargai apa yang dilakukan teman-teman di tim karena karena mereka punya kualifikasi untuk meninjau dari berbagai aspek," katanya.
Ia mempersilakan awak media menanyakan berapa lama kajian waktu yang dibutuhkan tim sebelum merumuskan kebijakan itu kepada yang bersangkutan. Ia mengklaim, apa yang pemerintah berikan untuk program ini adalah pelayanan terbaik untuk masyarakat.
Di kesempatan yang sama, Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma'ruf membantah dicabutnya dua obat untuk efisiensi biaya lantaran lembaganya mengalami defisit. "Uang (pembiayaan dua obat kanker) ini kan tidak banyak, jadi biayanya tidak sebanding dengan pembiayaan jaminan kesehatan secara total," ujarnya
Ia menegaskan, kebijakan ini murni berdasarkan rekomendasi ahli dan lembaga yang kredibel tersebut. Setelah meninjau obat bevasizumab dan cetuximab, para ahli memberikan rekomendasi harus diberikan restriksi dan ada alternatif obat untuk kolorektal. Analisis ilmiah inilah yang membuat biaya untuk dua obat kanker itu bisa digeser.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan per 1 Maret 2019 sudah tidak lagi menjamin dua obat kanker peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Pertama, obat bevasizumab yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan kanker. Kedua, cetuximab yang digunakan untuk pengobatan kanker kolorektal (kanker usus besar).