REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Komisi Perlindungan Anak (KPA) Lampung meminta aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman berat kepada para pelaku pemerkosaan yang masih sedarah (sekeluarga) terhadap anak remaja disabilitas. Hukuman berat tersebut untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan bagi pihak lainnya yang mencoba berbuat demikian.
Anggota KPA Lampung Toni Fisher mengatakan, penegakkan hukum harus dilakukan dengan adil, yakni menjatuhkan hukuman berat seperti dikebiri para pelaku sedarah yang berbuat seks menyimpang kepada anak dan saudara kandungnya sendiri. “Semua setuju pelaku (pemerkosaan) dihukum lebih berat lagi,” katanya di Bandar Lampung, Senin (25/2).
KPA Lampung menanggapi kasus yang dilakukan tiga tersangka (bapak, kakak, dan adik kandung korban) pemerkosa AG (18 tahun) di rumahnya sendiri di Pekon (Desa) Panggung Rejo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Tanggamus, Lampung, beberapa waktu lalu. Pemerkosaan sekeluarga tersebut dilakukan bapak korban JM (44), kakak korban SA (23), dan adik korban YG (15) berkali-kali selama tahun lalu.
Polisi telah menahan tiga orang tersangka pemerkosa anak kandung atau saudara kandungnya sendiri di dalam rumah berkali-kali sejak ibu kandung korban meninggal dunia. Pemerkosaan terjadi lagi terakhir pada 20 Februari 2019 yang dilakukan adik kandungnya YG. Sedangkan YG tidak saja kakak kandungnya yang diperkosa, tetapi juga melakukan seks menyimpang dengan hewan yakni kambing dan sapi tetangga.
Menurut KPA Lampung, fasilitator kabupaten/kota layak anak sendiri telah mencium gelagat terjadinya aksi bejat yang dilakukan sekeluarga tersebut. Namun, petugas belum mendapatkan bukti yang valid sehingga belum bisa melaporkan kasus tersebut kepada pihak berwenang.
Setelah mendapatkan fakta di lapangan yang valid, akan dilaporkan ke polisi. “Setelah dapat fakta yang valid baru dilaporkan, termasuk pelaku yang berusia 15 tahun yang diketahui berperilaku seks menyimpang tersebut,” katanya.
KPA Lampung masih melakukan pendampingan terhadap korban yang diketahui berkebutuan khusus tersebut. Selain itu, korban juga mendapat pendampingan dari psikolog Polda Lampung dalam pemeriksaan yang panjang tersebut.
Mengenai korban yang menyandang disabilitas, KPA Lampung mengungkapkan terus terjadi di dalam keluarga ataupun di masyarakat. Untuk itu KPA Lampung berharap semua elemen masyarakat untuk melakukan perlindungan terhadap anak atau remaja yang korban disabilitas. Perlindungan terhadap anak disabilitas dari masyarakat dapat mencegah terjadinya tindakan dan perilaku yang menyimpang, dan angka kekerasan dan korban anak disabilitas akan menurun. n Mursalin Yasland