Rabu 20 Feb 2019 18:21 WIB

Indonesia Benteng Terakhir Industri Rokok Global

Diperkirakan 70 persen populasi Indonesia adalah perokok.

Sejumlah buruh berpakaian kebaya saat bekerja di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Sejumlah buruh berpakaian kebaya saat bekerja di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penulis buku A Giant Pack of Lies, Bongkah Raksasa Kebohongan: Menyorot Kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia Mardiyah Chamim menyebutkan Indonesia merupakan benteng terakhir bagi industri rokok global.

"Hampir semua negara di dunia sudah mengambil langkah perlindungan kesehatan publik yang membatasi gerak industri rokok, kecuali Indonesia," kata Mardiyah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (20/2).

Direktur Eksekutif Tempo Institute itu mengatakan industri rokok global menyasar Indonesia juga karena memiliki populasi besar, yaitu 256 juta jiwa dengan tingkat pendidikan rendah dan diperkirakan 70 persen populasi adalah perokok. Selain itu, pemerintah Indonesia dinilai lemah dan gampang dipengaruhi oleh kepentingan pemilik modal. Bahkan kampanye kesehatan yang mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diubah demi kepentingan pemilik modal.

"Pernah ada kampanye kesehatan di Indonesia tentang gaya hidup sehat standar WHO. Menurut standar WHO, gaya hidup sehat salah satunya tidak merokok, tetapi kampanye di Indonesia soal merokok jadi hilang," kata wartawan senior Tempo itu.

Selain pemerintah yang lemah, ia menilai politikus Indonesia juga mudah dibeli. Mardiyah mencontohkan soal ayat tentang tembakau sebagai zat adiktif yang sempat hilang dari Undang-Undang Kesehatan.

"Di tubuh undang-undang, ayat tentang tembakau hilang. Namun, politikus yang menghilangkan ayat itu lupa menghilangkan dari bagian penjelasan," katanya.

Mardiyah menjadi salah satu pembicara dalam diskusi "Campur Tangan Diktator Terselubung Dalam Politik" yang diadakan Social Movement Institute. Selain Mardiyah, pembicara lainnya adalah pegiat Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dan praktisi komunikasi Paramita Mohamad.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement