Rabu 20 Feb 2019 16:25 WIB

Gaduh Perang Tagar Cebong-Kampret yang Mendunia

Perang tagar diperkirakan bakal berlangsung setiap hari hingga pilpres April 2019.

Rep: Mabruroh/ Red: Karta Raharja Ucu
Kompetisi tagar
Foto: republika
Kompetisi tagar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ajang pilpres 2019 tidak hanya menghangat di panggung debat resmi yang difasilitasi KPU dan sejumlah televisi, dunia maya juga menjadi gelanggang dari kedua kubu capres dan cawapres untuk berperang. Dalam beberapa bulan terakhir, tak terhitung perang tanda pagar (tagar) terjadi di sejumlah media sosial yang diramaikan kubu kampret, cebong, dan warganet yang netral.

Pakar media sosial, Ismail Fahmi, menjelaskan, perang tagar antara kedua kubu akan terus berlanjut hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Bahkan, perang tagar, menurut pendiri Drone Emprit, itu telah dimulai jauh-jauh hari sebelum pencalonan bakal presiden dan wakil presiden.

Baca Juga

“Sudah lama ya sebelum pencapresan, jadi setiap hari itu perang tagar terjadi terus menerus dari dua kubu,” kata Fahmi kepada Republika.co.id, Selasa (19/2).

Menurut dia, tujuan dari perang tagar itu adalah untuk membangun opini dan persepsi di masyarakat. "Apakah berhasil atau tidak, kata dia, itu hal lain," kata dia.

Yang pasti, ujar Fahmi menerangkan, buzzer masing-masing kubu akan meramaikan jagat media sosial setiap harinya. Paling tidak, untuk kubunya sendiri dan sebagai bentuk dukungan serta loyalitas mereka.

“Tidak semuanya bisa ber-impact, tapi itulah yang terjadi, dari kubu masing-masing paling tidak setiap hari ada sesuatu yang menguatkan untuk loyalitas dan mereka perlu itu,” jelasnya.

Menurut Drone Emprit, mesin analis media sosial yang berbasis big data, ada enam tagar yang mendominasi pascadebat capres putaran kedua. Antara lain, #BosenJugaYaa #LyingAwardsForPresident #KuyPilihJokowi #CapresPembohongKelautAje #JokowiMenangPrabowoNyerah #JokowiMemberikanBukti.

“Misalnya #Jokowikerjanyata #jokowitidakngomongsaja itu persepsi yang ingin dibangun pada publik begitu pula dengan #Caprespembohongkelautaje itu juga persepsi sebetulnya dan itu akan terus terjadi sampai pilpres,” kata dia.

Termasuk, tambahnya, #BosenJugaYaa. Buzzer kedua kubu dapat menggunakan tagar tersebut tentu dengan konten masing-masing. Tetapi, ia mengaku, belum melakukan pengecekan langsung apakah #BosenJugaYaa banyak dimainkan kubu 01 atau kubu 02 atau justru warganet yang memang merasa jenuh dengan isi media sosial yang dipenuhi dengan politik.

“Saya belum sempat cek siapa yang rill pakai (kubu 01 atau kubu 02) atau masyarakat yang (merasa) jenuh tentunya masyarakat yang tidak ikutan ya (bukan pendukung paslon), kok perang tagar mulu, masyarakat lama-lama jenuh juga,” terangnya.

Contoh tagar #CapresPembohongKelautAje yang dibuat warganet, misalnya, dari @Princeharry1st yang mengatakan, “Bohong 1: Impor jagung, bohong 2: Produksi sawit, bohong 3: Mbangun jaringan 4G, bohong 4: Konflik pembebasan lahan, bohong 5: Kebakaran hutan, bohong 6: Produksi beras, bohong 7: Jalan desa. Wuih, bohong koq berseri kayak sinetron." Akun itu lalu menambahkan, #CapresPembohongKelautAje

Tagar ini pun seolah dibalas dengan #JokowiMenangPrabowoNyerah dan #JokowiMemberikanBukti. Misalnya, yang tertulis pada akun milik @Rita_amalia69 “Capres... Unicorn aja engga paham bagaimana mau memimpin negara?" #JokowiMenangPrabowoKalah

Namun, yang paling trending dari perang tagar pagi ini adalah tagar #bosenjugayaa. Misalnya, dari akun milik @dellafatma “Dulu di twitter engga ada tempat buat politik, sekarang hampir engga ada tempat buat hiburan #BosenJugaYaa.

Menurut Fahmi, perang tagar ini setiap hari terjadi terus menerus dari dua kubu. Tujuannya kata, Fahmi, untuk membangun opini di masyarakat.

“Jadi, makanya pemilihan kata-kata di dalam tagar itu, menggambarkan itulah opini atau persepsi yang mereka ingin tanamkan di publik,” kata dia.

Misalnya, lanjut Fahmi, tagar yang sebelumnya ingin dibangun kubu 01, yakni Joko Widodo-Ma`ruf Amin adalah #KerjaNyata dan #JokowiTidakMemberikanJanjiSaja. Kemudian, sekarang muncul tagar #CapresPembohongKelautAje. Menurutnya, tidak ada perbedaan karena sama-sama persepsi yang ingin dibangun kedua kubu.

“Itu persepsi sebetulnya, tidak semuanya bisa ber-impact, tapi dari kubu masing-masing paling tidak untuk loyalitas,” kata Fahmi.

Perang tagar di sejumlah media sosial bahkan masuk ke dalam trending topik dunia. Seperti, #UninstallJokowi yang menduduki posisi nomor satu trending topik dunia. Tagar itu juga disusul #ShutDownJokowi dan #InstallPrabowo. Munculnya ketiga tagar itu imbas dari cicitan CEO Bukalapak, Achmad Zaky, yang menyebut 'Presiden Baru' dalam salah satu cicitannya. Cicitan itu memunculkan #UninstallBukalapak yang dibalas dengan #DukungBukalapak. Perang tagar itu bahkan membuat Zaky dipanggil Jokowi ke Istana Negara untuk menerima wejangan.

Hari ini, Rabu (20/2), muncul #RakyatRinduPemimpinJujur, #TolLangitJokowi #JokowiUpgradeIndonesia, setelah sebelumnya hadir #JokowiNyataKeranya. Dan perang tagar ini, seperti kata Ismail Fahmi, akan berlanjut sampai pilpres 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement