REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferry Mursyidan Baldan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menindak tegas sejumlah pelanggaran yang dilakukan kubu pasangan nomor 01, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dalam gelaran debat calon presiden di Hotel Sultan, Jakarta, Ahad (17/2) lalu. Salah satunya adalah membawa beberapa alat peraga kampanye (APK).
"Harusnya dilarang. Yang pertama kan pakai kipas yang disiapkan KPU, akhirnya kan dilarang dan kita nggak bawa apa-apa dan nggak pakai apa pun. Makanya kita terkejut ketika ada balon, bahkan ada bunyi peluit gitu ya, ada TOA juga," kata Ferry dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (19/2).
Selain melanggar aturan, Ferry menilai keberadaan APK juga mengganggu jalannya debat. Akibatnya, masyarakat tidak bisa fokus pada pemaparan visi masi calon di atas panggung.
"Jangan lupa bahwa debat itu ditayangkan sebetulnya yang ditunggu adalah bagaimana kemudian pesan sampai ke masyarakat," kata Ferry.
Pesan yang tak sampai dengan utuh kepada masyarakat itu seperti dirasakan oleh calon wakil presiden Sandiaga Uno saat menggelar nonton bareng debat capres di kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat. "Kebetulan, Pak Sandi kemarin menonton di TV doang, bagaimana melihat betul itu sangat-sangat mengganggu kehirukpikukan dan sebagainya," tutup Ferry.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan, jumlah pendukung masing-masing capres menjadi bahan evaluasi pelaksanaan debat kedua pilpres. Bawaslu memberikan rekomendasi kepada tim sukes capres untuk lebih bisa mengontrol para pendukung mereka.
"Mungkin kamu akan memberikan rekomendasi terkait dengan jumlah pendukung yang di dalam ruangan. Apakah jumlahnya terlalu banyak bisa berpotensi nanti ada hal-hal yang tidak diinginkan bisa bisa terjadi, " ujar Fritz kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (18/2).