REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-KH Ma’ruf Amin, Ace Hasan Syadzily, mengklaim Jokowi menang telak dalam debat capres menghadapi Prabowo Subianto pada Ahad (17/2) malam. Ia menilai, Jokowi unggul di semua tema debat.
Ace menyatakan, Jokowi amat menguasai masalah dengan menyampaikan capaian keberhasilan. Ia malah menuding Prabowo hanya bicara normatif dan banyak mengakui keberhasilan Jokowi.
"Prabowo terkesan tidak menguasai masalah, miskin konsep, terutama hal-hal yang terkait dengan program, selalu mengulang-ulang dan tidak nyambung," katanya dalam keterangan resmi pada Senin, (18/2).
Ia menganggap Jokowi memaparkan visi dengan capaian dan langkah konkret dan realistis. Baik dalam hal infrastruktur, pangan dan lingkungan yang diklaim TKN pro rakyat. Adapun serangan Prabowo, menurut dia, tanpa perencanaan dan data yang matang.
"Pak Jokowi menyatakan salah besar kalau tanpa perencanaan yang matang dan tidak digunakan rakyat. Pak Jokowi menjawab santai pemanfaatan infrastruktur membutuhkan waktu," kata Ace.
Selanjutnya soal reformasi agraria, kata dia, Jokowi kembali unggul lewat program perhutanan sosial, konsesi tanah untuk masyaraat adat dan ulayat dan sertipikasi tanah. Sedangkan solusi Prabowo soal tata kelola sawit, kata dia, hanya menyatakan program normatif dengan menyebut perkebunan inti rakyat dan plasma.
"Program itu (plasma) sudah sejak zaman baheula dilaksanakan. Pak Jokowi menyatakan bahwa produksi sawit semakin meningkat dan sudah dipergunakan untuk B20 untuk memenuhi biodiesel," Ace menegaskan.
Politikus Golkar itu merangkum dalam semua tema pada debat tadi malam, Jokowi unggul telak. Sedangkan Prabowo, menurut Ace, hanya menjanjikan solusi yang mengawang-awang.
Juru Bicara TKN lainnya, Meutya Hafid, merasa puas dengan penampilan Jokowi dalam debat kedua Pilpres 2019 di Hotel Sultan. Jokowi dipandang unggul dalam tema debat kedua mengenai energi, pangan, infrastruktur, lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Meutya menilai Jokowi mampu menyampaikan jawaban dengan baik semua pertanyaan debat dari panelis dan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto. Menurutnya, Jokowi bisa menguasai masalah dan penyelesaiannya.
"Memang tidak mengawang. Tapi konkret dengan menunjukkan apa yang telah dilakukan, strategi yang akan dilakukan ke depan, berbicara masalah teknis, tidak hanya retorika saja," ujar politisi Golkar itu.
Ia menjelaskan TKN mengadakan pengamatan internal di media sosial. Hasilnya sentimen positif Jokowi di media sosial lebih unggul daripada Prabowo. Sehingga ia memandang kepuasan atas performa Jokowi terlihat dari pengamatan itu.
"Pak Jokowi itu mencapai 58 persen sentimen positif dibanding dengan kurang lebih 29 persen sentimen positif untuk pasangan 02. Ini pengamatan internal kami terhadap sosial media dari yang memantau internet dan media sosial," kata Meutya.
Sebaliknya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno menilai, ujaran Joko Widodo atas kepemilikan tanah Prabowo Subianto seluas 220 ribu hektare dalam debat adalah bentuk penyerangan personal.
BPN menilai, hal ini terjadi lantaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak tegas menjalankan aturan debat capres. “Orang yang sudah diatur oleh KPU jangan serang-serang pribadi kok masih terus dilakukan," kata Juru Bicara BPN Ferry Mursyidan Baldan.
Ferry pun menyatakan, pihaknya tidak ingin menyerang balik Jokowi sebagai calon pejawat secara personal. Namun, ia meminta KPU mau bergerak menegakkan aturan debat yang telah dibuat.
"Paling tidak moderator memberikan peringatan, itu sudah bukan di luar konteks sudah di luar etika yang terbangun tata tertib yang dituangkan, saya kira jelas tidak boleh menyerang," kata mantan menteri agraria ini.
Sedangkan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, pejawat banyak menyebutkan data yang keliru dalam debat putaran kedua. “Data-data yang disampaikan oleh 01 pada debat tadi malam yang sepintas cukup meyakinkan, ternyata banyak berdasarkan data-data yang keliru dan tidak akurat,” kata Didi, Senin (18/2).
Sejumlah data yang dinilainya keliru, soal total produksi beras 2018 yang disebut Jokowi sebanyak 33 juta ton dan total konsumsi 29 juta ton. Merujuk data BPS, kata Didi, konsumsi beras nasional 2018 sebesar 33 juta ton dan data produksi plus impor sebesar 46,5 juta ton.
Selain itu, menurut dia, Jokowi menyatakan sejak 2015 tidak pernah terjadi kebakaran hutan. Sementara data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat pada 2016-2018 telah terjadi kebakaran lebih dari 30 ribu hektare lahan hutan.
Jokowi disarankan klarifikasi data salah
Anggota DPD RI Fahira Idris menyarankan agar Presiden segera mengklarifikasi hal tersebut sehingga masyarakat dibuat jelas dan tidak termakan isu negatif.
“Harus diingat selain sebagai capres, Pak Jokowi itu adalah seorang Presiden di mana semua informasi yang beliau keluarkan harus akurat. Apalagi ini soal capaian, kinerja dan kondisi Indonesia,”kata Fahira dalam siaran pers, Senin (18/2).
Juga, jelas Fahira, agar tidak membingungkan publik dan masyarakat tercerahkan apabila Presiden mau membuat klarifikasinya. Klarifikasi diperlukan agar berbagai data dan fakta yang keluar saat debat tidak menjadi kontroversi atau isu yang tidak sehat di publik.
Menurut Fahira, dalam mengelola sebuah negara, data bukan sekadar deretan angka, tetapi adalah dasar dalam perencanaan pembangunan. Penggunaan data yang akurat menjadi prasyarat keberhasilan program pembangunan nasional.
Fahira mencontohkan perbedaan data yang sangat signifikan terkait impor jagung antara yang disampaikan Jokowi dan data resmi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018. Perbedaan data seperti ini jika tidak diklarifikasi, lanjut Fahira, tentunya akan menyusahkan perencanaan pembangunan pertanian khususnya jagung.
“Sama halnya seperti klaim bahwa dalam tiga tahun terakhir tidak terjadi kebakaran lahan hutan dan lahan gambut, padahal data resmi dari KLH sejak 2016 masih terjadi kebakaran,” kata dia.
Selain itu, klaim Jokowi yang menyatakan bahwa tidak ada konflik agraria atau pembebasan lahan untuk infrastruktur juga patut diklarifikasi. Karena fakta di lapangan berkata lain.
Konflik agraria terkait infrastruktur masih terjadi dan diliput luas semua media massa dan diperkuat oleh data dari organisasi yang concern terhadap pembaruan agraria. Bahkan data jumlah konfliknya cukup signifikan.
(mabruroh ed: fitriyan zamzami)