Senin 18 Feb 2019 23:34 WIB

Jadi Tahanan, Taufik Kurniawan Masih Jabat Wakil Ketua DPR

Taufik Kurniawan saat ini berstatus tersangka di KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Tersangka kasus suap pengurusan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen pada APBN Perubahan Tahun 2016, Taufik Kurniawan (tengah) tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Foto: antara/Reno Esnir
Tersangka kasus suap pengurusan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen pada APBN Perubahan Tahun 2016, Taufik Kurniawan (tengah) tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sampai saat ini tersangka kasus dugaan suap pengurusan DAK Kebumen, Taufik Kurniawan masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, meskipun politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu sudah menjadi tahanan KPK. Hal tersebut diungkapkan Sekjen DPR, Indra Iskandar saat menjadi saksi untuk Taufik pada Senin (18/2).

Usai diperiksa oleh penyidik KPK, Indra mengungkapkan, sejauh ini belum ada pergantian kursi Taufik selaku pimpinan. Bahkan, sambung Indra, Taufik juga belum mengajukan surat mundur dari parlemen.

‎"Belum ada (surat pengunduran diri)," kata Indra di Gedung KPK Jakarta, Senin (18/2).

Meski demikian, lanjut Indra, regulasi jabatan anggota DPR baru bisa digantikan apabila memenuhi beberapa kriteria. Pertama, perkara hukumnya telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht, kedua karena mengundurkan diri, dan terakhir karena meninggal dunia. Selain kriteria tersebut, tekan Indra, tidak bisa diberentikan, termasuk atas desakkan fraksi-fraksi maupun ketua DPR.

"Saya kira hal itu. Selagi beliau belum mengundurkan diri, aturan di tatibnya memang itu beliau masih tercatat selaku anggota DPR," tutur ‎Indra.

Adapun terkait materi pemeriksaan terhadap dirinya. Indra mengaku dicecar terkait  mekanisme pembahasan anggaran. Namun, Indra enggan menjelaskan secara rinci mengenai hal tersebut, termasuk saat disinggung mengenai rapat pembahasan DAK untuk Kebumen yang diduga menjadi bancakan Taufik.

"Saya kira kalau menyangkut materi secara substansi itu penyidik, saya rasa saya nggak boleh bicara ya. Saya hanya teknis karena saya hanya selaku Sekretaris Jenderal, tentunya kan saya memfasilitasi semua persidangan-persidangan di semua alat kelengkapan dewan," tuturnya.

"Kemudian juga beberapa dokumen-dokumen atau risalah laporan singkat di DPR di Badan Anggaran yamg berkaitan dengan waktu-waktu  tertentu yamg diminta oleh KPK itu diminta dan disita sebagai dokumen sitaan oleh KPK," tambah Indra.

Ihwal penyitaan yang dilakukan penyidik KPK dibenarkan oleh Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.  "Benar, tadi penyidik lakukan penyitaan beberapa dokumen terkait dengan risalah rapat dan pembahasan anggaran," kata Febri.

Dalam pemeriksaan ini, Febri mengatakan, tim penyidik mencecar Indra soal proses rapat-rapat di DPR. Termasuk mekanisme pembahasan anggaran di Badan Anggaran (Banggar) DPR.

"Untuk pemeriksaan Sekjen DPR, didalami informasi tentang proses rapat-rapat di DPR, termasuk mekanisme rapat-rapat pembahasan anggaran di Badan Anggaran," katanya.

Usai diperiksa Indra mengakui, tim penyidik menyita dokumen risalah rapat. Terdapat delapan dokumen yang disita penyidik, termasuk risalah rapat di Banggar DPR. 

"Ada sekitar delapan dokumen yang disita oleh KPK tadi," katanya.

Dalam kasus ini, Taufik diduga telah menerima suap dari mantan Bupati Kebumen, Yahya Fuad. Taufik menerima suap sekitar Rp 3,65 miliar dari Yahya Fuad terkait pengalokasian DAK untuk Kebumen tersebut.

Suap itu diduga bagian fee sebesar 5 persen dari total anggaran yang dialokasikan untuk Kabupaten Kebumen yang direncanakan mendapat Rp 100 miliar. Atas perbuatannya, Taufik dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement