REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korban sindikat pemerasan layanan video seks yang diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri lebih dari 100 orang. Jumlah kerugian rata-rata per orang puluhan juta rupiah.
Dalam konferensi pers di Kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (15/2), Kasubag Opinev Bag Penum Ropenmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra Arsyad mengatakan tersangka SF (24) membuka beberapa akun palsu di media sosial Facebook untuk menjerat korban. SF memasang foto perempuan yang diambilnya dari media sosial untuk akun palsunya dan menjalin pertemanan dengan para korban.
"Aksi dimulai dengan menghubungi korban via Facebook video call, messenger atau Whatsapp Video Call sesuai dengan nomor korban yang dicantumkan pada profil akun media sosial milik para korban," ujar Pandra Arsyad.
Selanjutnya SF menawarkan korban untuk melakukan panggilan video berbau seksual dengan tarif sejumlah uang dan atau pulsa. Saat komunikasi panggilan video terjadi, SF akan menampilkan video berisi adegan seksual atau ketelanjangan. Apabila korban terperdaya dan ikut memperlihatkan aktivitas seksual atau ketelanjangan pribadi, SF merekam adegan korban dan menyimpan file tersebut.
"Pelaku kemudian akan mengancam korban dan memaksa korban agar mengirimkan sejumlah uang, bila permintaan tidak dipenuhi maka pelaku akan mengedarkan file tersebut kepada teman-teman korban di media sosial," kata Pandra Arsyad.
Ada pun SF telah menawarkan layanan panggilan video seks sejak Februari 2018, sementara proses pelacakan terhadap pelaku dilakukan dalam waktu beberapa bulan sejak diterimanya laporan oleh pihak kepolisian.
Unit 2 Subdit 1 Dittipid Siber melakukan penangkapan kepada tersangka di rumah orang tuanya di Sidrap, Sulawesi Selatan pada awal Februari 2019 dan mengamankan barang bukti di antaranya beberapa gawai, buku rekening, kartu ATM dan SIM card.
Dari keterangan tersangka, aksi kejahatan pemerasan dilakukan karena motif ekonomi dan uang hasil kejahatan di antaranya digunakan untuk membeli jam tangan serta gawai.
Selama melaksanakan aksinya, SF tidak bekerja sendiri melainkan dengan AY yang juga membuat akun palsu lain dan menawarkan layanan jasa video seks serta melakukan pemerasan terhadap korbannya.
Selain AY, tersangka dibantu VB yang memiliki peran mempersiapkan rekening bank untuk digunakan pelaku menerima dana transfer dari para korban. Kedua pelaku, AY dan VB, telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang. Kepada tersangka dikenakan pasal UU Pornografi dan atau pasal UU ITE serta pasal UU TPPU dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.