REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahmad Dhani melalui kuasa hukumnya, Hendarsam Marantoko, mendatangi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI) pada Kamis (14/2) ini untuk meminta klarifikasi soal penetapan penahanan kliennya. Menurutnya, penahanan terhadap Dhani terburu-buru.
Hendarsam menjelaskan, pada 4 Februari lalu, dia bersama Wakil Ketua DPR Fadli Zon melakukan audiensi ke PT DKI untuk menanyakan tentang status penahanan Dhani. Saat itu mereka menanyakan apakah sudah ada surat penetapan penahanan terhadap Dhani.
"Sepengetahuan kami, kami juga punya rekaman videonya (persidangan Dhani), belum ada penetapannya. Nah besoknya (5 Februari) kami kaget ketika kami mendapatkan ternyata kami dikirimkan surat penetapan dari PT DKI mengenai penahanan," kata dia di PT DKI, Jakarta, Kamis (14/2).
Ternyata, lanjut Hendarsam, surat itu ditandatangani dan ditetapkan pada 31 Januari 2019. Padahal saat ke Pengadilan Tinggi DKI 4 Februari lalu itu dikatakan belum ada surat penetapannya. "Nah ini membingungkan kita. Apakah ketua PT DKI berbohong kan enggak mungkin kan, apakah tanggal suratnya dibuat mundur," ujar dia.
Selain itu, papar Hendarsam, pihaknya juga meminta klarifikasi terkait penetapan penahanan untuk dipindahkan ke Rutan Medaeng di Surabaya, Jawa Timur. Sebab tanggal dikeluarkannya surat penetapan penahanan di Medaeng itu juga pada 31 Januari.
"Ini bikin kami bertanya-tanya. Masa di hari yang sama mengeluarkan dua keputusan. Kalau pun dikeluarkan dua keputusan di hari yang sama, apakah tidak dipertimbangkan dulu secara matang sebelum dipindahkan ke Rutan Medaeng, mengingat itu berdampak pada kami selaku penasehat hukum dan keluarga. Jadi kami melihat ini terburu-buru. Makanya kami mohon klarifikasi," katanya.
Hendarsam mengatakan, pihak Humas PT DKI dalam kesempatan itu menolak bertemu pihak kuasa hukum Dhani terkait permintaan klarifikasi. Sebab, kata Hendarsam, balasan PT DKI atas permintaan klarifikasi akan dilakukan secara resmi tertulis.
"Jadi sekarang ini belum ada jawaban," ujar dia.
Kronologi Kasus Ahmad Dhani