Kamis 14 Feb 2019 06:11 WIB

Anies Depak 2 Raksasa Air Sejak Orba karena tak Untung

Pemprov DKI memutus kerja sama dengan Aetra dan Palyja karena tak menguntungkan

Rep: Farah Noersativa, Dedy Darmawan Nasution/ Red: Karta Raharja Ucu
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (8/11).
Foto:
Dua orang petugas PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) tengah memasang alat ukur aliran air air (flow meter) di boundary pipe Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (6/8).

Anies menyatakan Pemprov DKI telah mengikuti rekomendasi yang diberikan Tim Evaluasi Tata Kelola Air perihal pengambil alihan air dari pihak swasta. Rekomendasi itu diberikan atas kajian banyak aspek.

"Kita mengikuti rekomendasi yang disusun oleh tim tata kelola air. Jadi, tim tata kelola air menyusun studi, mengkaji banyak aspek," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (12/2).

Dalam proses pengkajian semasa enam bulan penugasan, pihaknya direkomendasikan untuk mengambil opsi-opsi yang ditawarkan. Anies memilih opsi penghentian melalui mekanisme perdata yang direkomendasikan oleh tim.

Anies menegaskan, langkah pengambilalihan air sangat penting. Tujuan langkah itu, kata dia, adalah mengoreksi kebijakan perjanjian yang dibuat pada masa Orde Baru, tepatnya pada 1997.

photo
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (ketiga kiri).
Anies berkata, selama 20 tahun perjalanan perjanjian ini, pelayanan air bersih di Ibu Kota tidak berkembang sesuai harapan. Pengelolaan air di Jakarta dengan pihak swasta menurut Anies bermasalah.

Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga hal penyebab permasalahan tersebut. Pertama adalah perjanjian ini bermasalah. Hak eksklusivitas. "Jadi, kita tahu investasi terkait dengan pengelolaan air ini di dalam perjanjian kerja sama harus seizin pihak swasta," ujar Anies.

Anies mengakui Pemprov DKI kesulitan ketika ingin menambah jaringan air. Sebab, menurut peraturan, Pemprov DKI harus meminta izin kepada pihak swasta.

Alasan kedua, kata Anies, pengelolaan seluruh aspek seluruhnya ada pada pihak swasta. Aspek itu dimulai dari produksi air baku, pengelolaan dan pengolahannya, distribusi, dan pelayanannya.

Kemudian, alasan yang menjadi masalah adalah di mana negara di dalam perjanjian itu harus memberikan jaminan keuntungan 22 persen. Artinya, bila target tidak tercapai, negara masih harus membayar keuntungan kepada swasta.

"Kalau hari ini angkanya tercapai, mungkin lain cerita. Tapi, hari ini angka itu tidak tercapai, target jangkauannya. Tapi, negara berkewajiban (membayar)," ujar Anies.

Pengacara publik mewakili Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) Tommy Albert menekankan kepada Pemprov DKI untuk tetap berkomitmen dalam sikap pengambilalihan air dari swasta. Dia meminta pengambilalihan air harus dilakukan secara keseluruhan, bukan hanya sebagian saja.

Dia menyetujui adanya rencana pembuatan HOA. Namun, HOA harus mencapai tujuannya, yaitu pengambilalihan tata kelola air sepenuhnya.

"Setuju dengan rencana HOA jika pengambilalihannya sebagaimana yang Gubernur katakan sebelumnya, yakni pengambilalihan sepenuhnya, bukan pengambilalihan sebagian," kata Tommy.

photo
Petugas melakukan pemeriksaan di Instalasi Produksi Air PT PAM Lyonnasise Jaya (Palyja) Pejompongan, Jakarta, Rabu (13/2/2019).

Pengambilalihan air dari Aetra dan Palyja sepenuhnya yang dia maksud adalah pengambilalihan dari segala aspek. Aspek-aspek itu adalah dari persiapan produksi air baku, pengelolaan dan pengolahan, distribusi, dan juga pelayanannya.

Dia menyayangkan keinginan Anies tak selaras dengan dengan Tim Evaluasi Tata Kelola Air maupun PD PAM Jaya sendiri. Karena itu, dia pun akan tetap melanjutkan pengawalan terhadap kinerja pemprov dalam pembuatan HOA yang akan dibuat dalam kurun waktu satu bulan ini.

Dalam pengawalannya itu, dia akan memastikan air akan dikembalikan ke negara seluruhnya. Di samping itu, dia menilai adanya keuntungan atau potensi pendapatan yang besar dalam pengelolaan air di DKI Jakarta.

"Saya heran kenapa ada potensi pendapatan yang besar tapi ada pihak negara yang masih justru berkeras itu dikelola oleh swasta," kata dia.

Direktur Utama PD PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo mengaku diminta Anies untuk membuat HOA dengan pihak swasta. HOA itu, kata dia, akan diisi terkait dengan pengambilalihan pengelolaan air bersih. HOA juga akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengambilalihan tata kelola air, termasuk langkah-langkah dan juga jadwalnya.

"Kalau menurut kami, itu perjanjian definitif. Jadi, nanti setelah HOA itu maka step selanjutnya akan bicara detailnya, termasuk pembuatan perjanjian definitifnya," ujar Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement