Kamis 14 Feb 2019 01:37 WIB

Gubernur DKI Tekankan Perlu Pergub untuk Terapkan Swakelola

Swakelola bisa ikut membantu menggerakan perekonomian masyarakat.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Gita Amanda
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjenguk pasien demam berdarah dengue (DBD) di RSUD Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ahad (3/2).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjenguk pasien demam berdarah dengue (DBD) di RSUD Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ahad (3/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyebut pihaknya memerlukan payung peraturan yang lebih mendetail untuk pelaksanaan program swakelola tipe 3 dan tipe 4 dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018. Peraturan itu berbentuk Peraturan Gubernur (Pergub) yang akan berisi kriteria pelaksanaan.

“Ya, itu yang nanti harus ada aturannya, harus dibuatkan. Nah di situlah kemudian kenapa diperlukan nanti akan ada Pergub yang mengatur detailnya,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (13/2).

Dia menuturkan, pembuatan Pergub itu masih dalam proses. Anies menargetkan, akan ada lebih banyak dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang bisa dikelola oleh masyarakat.

“Target kita malah ingin lebih banyak dana itu bisa dikelola oleh masyarakat supaya APBD kita bisa ikut menggerakkan perekonomian masyarakat,” kata dia.

Pelaksana program ini, Anies menjelaskan, adalah organisasi kemasyarakatan yang ada di kampung seperti Karang Taruna RT atau RW, dan semacamnya. Mereka, akan menjalankan kewajiban untuk memenuhi target-target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Bedanya dengan keadaan yang dahulu sebelum ada program ini, adalah pelaksananya pemerintah atau swasta. “Kalau sekarang ada unsur organisasi kemasyarakatan,” kata Anies.

Dia mencontohkan, pelaksanaan dalam bentuk pengerasan jalan di sebuah kampung, tepatnya pada dua gang. Gang yang pertama, dikerjakan oleh swasta. Sementara, gang berikutnya dikerjakan oleh organisasi kemasyarakatan.

“Kalau dulu hanya bisa dikerjakan oleh pihak swasta lewat proses tender. Kalau ini dikerjakan oleh organisasi kemasyarakatan yang harganya, kemudian SPM-nya, semua sudah ditetapkan oleh pemerintah,” jelas Anies.

Dia juga menekankan, pelaksanaan swakelola ini berbeda dengan percepatan pembangunan hunian vertikal. Hal ini juga berbeda dengan program Community Action Plan atau CAP pada penataan kampung padat dan kumuh.

Menurutnya, penataan pada kampung-kampung yang padat, kumuh, dan yang harus dilakukan peremajaan, harus ada proses yang melibatkan masyarakat. Pelaksanaan CAP juga bisa diimplementasikan dalam pembangunan di wilayah-wilayah Transit Oriented Development (TOD). Pada kenyataannya, titik-titik TOD saat ini telah ada karena adanya persimpangan-persimpangan antarmoda transportasi.

“Nanti di situ akan ada penentuan lokasinya setelah itu baru proses bersama masyarakat berjalan,” jelas Anies.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement