Selasa 12 Feb 2019 12:52 WIB

Halte CSW Transjakarta tak Kunjung Beroperasi

Untuk sampai ke halte CSW harus melalui 117 anak tangga dengan ketinggian 24 meter.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ani Nursalikah
Bus Transjakarta Koridor 13 Tendean-Ciledug melintasi halte CSW di Jakarta Selatan, Selasa (17/4).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Bus Transjakarta Koridor 13 Tendean-Ciledug melintasi halte CSW di Jakarta Selatan, Selasa (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) telah mengoperasikan koridor 13 rute Blok M-Ciledug Puri Beta pada Agustus 2017. Koridor ini melewati jalan layang mulai dari Jalan Ciledug Raya hingga Jalan Kapten Tendean.

Namun, Halte Transjakarta Centrale Stiching Wederopbouw (CSW) yang dilalui koridor tersebut tak kunjung beroperasi sampai saat ini. Berdasarkan pantauan Republika.co.id akhir pekan lalu, tangga penghubung tak dihalangi. Warga masih bisa melewatinya sebagai jembatan penyeberangan.

Di bagian tengah jembatan ada akses tangga yang menghubungkan jembatan penyeberangan dengan Halte CSW. Tak hanya satu, ada dua tangga yang harus dilalui dengan panjang masing-masing sekitar lima meter.

Ketika sampai di atas menuju halte, warga mendapati gerbang yang tertutup rapat dan digembok. Akan tetapi, di bawah tangga tak ada pemberitahuan Halte CSW belum beroperasi. Padahal, untuk sampai ke halte tersebut harus melalui 117 anak tangga dengan ketinggian 24 meter.

Menurut pedagang kopi keliling yang sering mangkal di tikungan dekat Halte CSW, Arif, dari selesai pembangunan hingga hari ini, Halte CSW belum beroperasi. Akan tetapi, beberapa orang yang belum tahu menaiki anak tangga untuk sampai ke Halte CSW.

photo
Sejumlah kendaraan melintasi Halte Transjakarta Centrale Stiching Wederopbouw (CSW) di Kebayoran Baru, Jakarta.

"Dari dulu juga memang nggak pernah beroperasi. Ada juga yang belum tahu mereka naik," ujar Arif kepada Republika.co.id.

Rupanya, apabila Arif sedang mangkal dekat Halte CSW, ia kerap memperhatikan orang yang hendak melaluinya. Ia memastikan, apakah orang tersebut hanya sekadar menyeberang atau akan pergi ke halte. Jika terlihat orang itu berbelok menuju tangga selanjutnya ke atas, Arif segera bertepuk tangan sambil berteriak.

Hal itu juga ia lakukan kepada Republika.co.id saat hendak menuju Halte CSW untuk meninjau. Ia terlihat bertepuk tangan, ketika menengok, ia langsung teriak 'nggak bisa', 'nggak beroperasi', sambil kedua tangannya membentuk huruf x.

Arif melakukan itu agar orang-orang tersebut tak naik dan justru mendapatkan kekecewaan. Ia merasa kasihan karena untuk sampai di Halte CSW membutuhkan tenaga lebih banyak dibandingkan halte lainnya.

"Kasihan ya, kan capai kalau ke atas sana, nggak bisa harus turun lagi," kata Arif.

photo
Bus Transjakarta Koridor 13 Tendean-Ciledug melintasi halte CSW di Jakarta Selatan.

Menurutnya, dahulu jembatan penghubung Halte CSW dihalangi tetapi dibuka karena ada beberapa orang yang menggunakannya untuk menyeberang. Padahal, untuk menyebrang bisa saja orang-orang memanfaatkan akses lampu lalu lintas di persimpangan jalan raya.

Beberapa pekerja proyek stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Sisingamangaraja terlihat sedang beristirahat sekitar pukul 12.00 WIB. Mereka duduk sampai berbaring tidur di jembatan Halte CSW. Botol kemasan plastik tampak berserakan di sana.

Direktur RUJAK Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, desain koridor 13 bukan standar BRT. Menurut dia, transportasi umum jenis BRT harus berada di badan jalan, bukan berada di jalan layang yang mengakibatkan penumpang kesulitan mengakses halte tersebut.

"Desain publik kan mempermudah penggunanya, kalau itu kan namanya mempersulit. Rekomendasinya BRT itu berada di badan jalan," ujar Elisa saat dihubungi.

Ia juga pernah meneliti anak tangga di Halte CSW. Menurutnya, adanya tangga untuk menghubungkan jalan dan halte di atas sangat memberatkan, terutama penumpang anak-anak, ibu hamil, orang lanjut usia, dan penyintas disabilitas.

photo
Pekerja melintasi Halte Transjakarta Centrale Stiching Wederopbouw (CSW) di Kebayoran Baru, Jakarta.

Ia mengatakan, solusinya bisa dengan membangun tangga berjalan atau eskalator dan lift. Akan tetapi, harus diperhatikan benar mengenai letak eskalator atau lift agar tak membahayakan penumpang atau mengganggu lalu lintas.

Sebab, nantinya ketika Halte BSW mulai beroperasi berbarengan Stasiun MRT Sisingamangaraja, maka akan ada banyak orang. Diperlukan desain yang matang agar integrasi fisik antara Transjakarta dengan MRT dapat optimal dan memperhatikan kenyamanan serta keselamatan penumpang.

"Itu tinggal konektivitas di bawah jadi turunnya langsung ke bawah, jadi orang tinggal nyebrang, diberi atap biar tidak kehujanan," kata Elisa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement