Senin 11 Feb 2019 16:18 WIB

Orasi Slamet Saat Tabligh Akbar 212 Berbuah Status Tersangka

Ketum PA 212 Slamet Ma'arif ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran pemilu.

Anggota Tim 11 Alumni 212 - Slamet Maarif
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anggota Tim 11 Alumni 212 - Slamet Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Aris Satrio Nugroho, Dian Erika Nugraheny, Febrianto Adi Saputro

Polres Kota Surakarta menetapkan Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif sebagai tersangka, kasus dugaan pelanggaran pemilu. Slamet dinilai melakukan pelanggaran pemilu saat kegiatan Tabligh Akbar PA 212 di Solo pada 13 Januari 2019.

"Betul (Slamet) kami panggil sebagai tersangka," kata Kapolres Surakarta Komisaris Besar Polisi Ribut Hari Wibowo saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (11/2).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menuturkan rencananya, Slamet Maarif akan diperiksa di Polda Jateng berkoordinasi dengan Polres Solo pada Rabu (13/2). Dedi pun menyatakan Slamet akan diperiksa di Polda Jawa Tengah. Ia pun menekankan, Polisi mengedepankan asas hukum.

Kasus ini bermula saat ada acara PA 212 Solo Raya pada 13 Januari 2019. Slamet datang sebagai salah satu pembicara. Namun, pidatonya dianggap bermuatan kampanye, sehingga Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi - Ma'ruf Solo melaporkannya ke Bawaslu Kota Solo.

Bawaslu memproses laporan itu. Setelah berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam Satgas Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), mereka menyimpulkan bahwa kasus itu layak untuk masuk ranah pidana pemilu. Bawaslu menyerahkan persoalan itu ke kepolisian.

Bawaslu Kota Solo menjelaskan alasan ditetapkannya Slamet Ma'arif sebagai pelaku pelanggaran kampanye pemilu. Bawaslu juga menjelaskan kronologi kasus pelanggaran kampanye oleh Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandiaga Uno itu.

Komisioner Bidang Penindakkan Pelanggaran Bawaslu Solo, Poppy Kusuma, mengatakan, Slamet terbukti melanggar tiga pasal, yakni pasal 280 ayat (1) huruf c, d, f, kemudian pasal 492 dan pasal 521 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Ketiga pasal itu terkait dengan perbuatan menghasut, menghina yang dilakukan peserta pemilu dan tim kampanye serta soal kampanye di luar jadwal.

"Iya (terbukti melanggar kampanye). Dari orasi beliau (saat tabligh akbar) memang ada unsur kampanye," ujar Poppy kepada wartawan ketika dihubungi, Senin (11/2).

Sebab, kata dia, Slamet dalam pernyataannya mengindikasikan untuk memilih salah satu paslon capres-cawapres. Poppy mengungkapkan, sebagai orator, Slamet dan peserta tabligh akbar memiliki visi yang sama.

Hal itu terungkap dari video rekaman tabligh akbar yang dijadikan salah satu alat bukti. "Karena pada saat Pak Slamet menyampaikan ganti presiden, '2019 apa?' kemudian dijawab dengan ganti presiden. 'Gantinya siapa?', kemudian dijawab dengan menyebut Prabowo. Seperti itu," ungkap Poppy.

Selain itu, lanjut Poppy, ada sejumlah orasi lain mengarah kepada kampanye. Salah satu contohnya, ada dalam bagian akhir orasi Slamet Ma'arif. Poppy mengungkapkan, bagian tersebut mengarahkan untuk memilih capres-cawapres tertentu.

"Pernyataan beliau 'Kalau ada gambar presiden itu jangan diapa-apain, karena nanti bisa kena pasal karena tidak boleh merusak gambar presiden, dan kalau ada gambar kai itu jangan diapa-apain juga karena nanti akan kualat. Tetapi apabila lihat gambar sebelahnya, maka coblos dan colok'. Ada ajakan memilih (capres-cawapres tertentu)," paparnya.

Orasi tersebut disampaikan pada saat tabligh akbar Persaudaraan Alumni (PA) 212 pada 13 Januari lalu. Tabligh akbar tersebut berlokasi di kawasan Gladag, Jl Slamet Riyadi, Solo.

Menurut Poppy, sebelum  agenda itu berlangsung, Bawaslu telah melakukan pencegahan kepada panitia. Pencegahan dilakukan kepada panitia acara dengan mengingatkan bahwa tidak boleh ada kampanye atau orasi yang ditujukan kepada salah satu paslon capres-cawapres tertentu.

Selain itu, kegiatan tabligh akbar tersebut juga mengarah kepada kampanye di luar jadwal. Sebab, kegiatan dilakukan di tempat terbuka, dengan jumlah peserta banyak dan memiliki visi, misi sama sehingga merupakan bentuk kampanye rapat umum.

Padahal, kegiatan kampanye berupa rapat umum baru bisa dilakukan pada 21 sebelum masa tenang Pemilu 2019. Artinya, rapat umum baru bisa dilakukan pada 24 Maret 2019 dan akan berakhir pada 13 April 2019.

Poppy menambahkan, kasus yang menimpa Ketua Umum PA 212 ini dilaporkan ke Bawaslu Solo pada 14 Januari 2019. Kemudian, Bawaslu memproses laporan ini selama 14 hari kerja.

"Bawaslu sudah melakukan klarifikasi dan 14 hari itu berkahir tanggal 31 Januari 2019. Kami melakukan pembahasan kedua pada tanggal 31 januari bersama gakkumdu dari unsur kepolisian dan kejaksaan.

Setelah kami melakukan klarifikasi dan membuat kajian, kita simpulkan, jadi ini bukan hanya kesimpulan Bawaslu, tapi juga kesimpulan dari gakkumdu, kepolisian, kejaksaan, bahwa laporan itu memang sudah cukup bukti untuk, untuk dugaan tindak pidana pemilunya sudah terpenuhi," paparnya.

Baca juga:

Respons Slamet Ma'arif

Slamet Ma'arif menyayangkan penetapan tersangka terhadap dirinya oleh Kepolisian Resor Surakarta. Menurutnya, ketidakadilan hukum terpampang jelas dan gamblang diperlihatkan rezim Joko Widodo.

"Memilukan dan memalukan hukum di Indonesia," kata Slamet saat dihubungi Republika, Senin (11/2).

Ia khawatir penetapan dirinya sebagai tersangka akan berujung kepada ketidapercayaan rakyat terhadap penegakan hukum. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu juga dikhawatirkan akan memudar dengan adanya kasus tersebut.

"Langkah berikut saya akan komunikasi dengan pengacara," ujarnya.

Sebelumnya Slamet Ma'arif sempat menjalani pemeriksaan selama tujuh jam di Markas Polres Kota Surakarta, Kamis (7/2). Slamet diperiksa terkait kasus dugaan pelanggaran tindak pidana kampanye.

Slamet Ma'arif pekan lalu diperiksa sebagai saksi oleh tim penyidik mulai pukul 11.00 WIB. Sekitar pukul 17.00 WIB, dia baru selesai dan keluar dari ruang penyidik Satuan Reskrim Polresta Surakarta. Menurut Slamet, dirinya sudah diperiksa dengan menjawab 57 pertanyaan dari Tim Penyidik Polresta Surakarta.

"Saya menjawab satu per satu pertanyaan penyidik, yang intinya menanyakan tentang organisasi PA 212, isi ceramahnya saat acara tabligh akbar di Solo, 13 Januari 2019," kata Slamet Ma'arif usai menjalani pemeriksaan.

Menurut Slamet, dirinya hadir dalam acara tabligh akbar di Solo sebagai Ketua PA 212 sekaligus atas nama mubaligh dan ulama yang diundang sebagai pembicara. Slamet menjelaskan beberapa hal tentang isi dari ceramahnya.

Jika dikaitkan dengan Undang-Undang Pemilu tentang kampanye sendiri, dia tidak pernah menyampaikan misi, visi, atau program salah satu pasangan calon. "Saya memberikan catatan terakhir, saya tidak melakukan kampanye di acara itu," katanya.

[video] Gerakan Alumni 212 Dianggap Membahayakan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement