REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyoroti adanya fenomena kebebasan berpikir dan berbicara yang dibatasi melalui pasal-pasal pemidanaan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia menyarankan agar aparat kepolisian kembali kepada KUHP sehingga tidak melakukan pemidanaan kalau tidak diatur dalam KUHP.
"UU ITE dipakai pemerintah dan digandrungi aparat yang membuat aspirasi masyarakat dihentikan," kata Fahri dalam deklarasi Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) Chapter Gorontalo di Gorontalo, Ahad (10/2).
Menurut dia, kondisi saat ini tidak bisa dibiarkan, yaitu orang menyampaikan kritik atas sebuah persoalan, lalu dipidana dengan pasal di UU ITE. "Aparat jangan gandrung menggunakan pasal tersebut, apalagi untuk saling melaporkan demi kepentingan penguasa," ujarnya.
Fahri mencontohkan pernyataan musisi Ahmad Dhani yang menulis pendapatnya di media sosial bahwa pendukung penista agama layak diludahi muka, lalu ditangkap jatuhi hukuman atas pernyataannya tersebut. Menurut dia, pernyataan Dhani tersebut sama artinya pendukung kriminalitas layak diludahi mukanya, seperti pendukung begal, pendukung teroris, dan pendukung pemerkosa.
"Seolah-olah hukum diinterpretasi sepihak untuk kepentingan penguasa, tidak boleh seperti itu," katanya.
Ia mengingatkan Indonesia mengalami zaman kebangkitan untuk menentang penjajahan kolonial karena kegelisahan pemikiran, lalu muncul gerakan perlawanan. Karena itu, dia menilai Garbi lahir dari kegelisahan kolektif untuk mengembalikan tradisi kebebasan berpikir dan berpendapat yang ada di Indonesia.