Sabtu 09 Feb 2019 13:42 WIB

Berkendara Gunakan GPS Kea Sanksi

Penggunaan GPS bisa merusak konsentrasi pengendara

Pengendara sepeda motor mengamati aplikasi GPS (pelacak jalan) di gawainya saat berkendara di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Pengendara sepeda motor mengamati aplikasi GPS (pelacak jalan) di gawainya saat berkendara di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (7/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  - Pengemudi yang mengoperasikan fitur global positionig system (GPS) di telpon seluler saat berkendara, bisa dikenakan sanksi berupa denda Rp750 ribu dan juga pidana kurungan selama tiga bulan penjara. Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Herman Ruswandi mengatakan hal tersebut sudah jelas dasar hukumnya sehingga tidak diragukan lagi penerapannya.

"Aturan tersebut jelas alas hukumnya bahkan dari dulu, yakni di pasal 106 ayat 1 dan pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, tidak diragukan lagi," kata Herman saat dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu (9/2).

Dalam pasal 106 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) disebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

Sementara itu, Pasal 283 menyebutkan setiap orang yang melanggar Pasal 106 ayat 1 bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750 ribu.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi juga menolak permohonan komunitas Toyota Soluna terkait aturan larangan penggunaan GPS saat berkendara pada 30 Januari 2019.

MK beralasan dalam UU LLAJ telah dijelaskan peraturan mengemudi secara wajar, meski disadari bahwa materi muatannya masih sederhana dan belum mampu menjangkau seluruh aspek perilaku berkendara yang tidak tertib, termasuk penggunaan GPS.

MK memahami penggunaan GPS dapat membantu pengemudi mencapai tempat tujuan. Namun menurut MK penggunaan GPS bisa merusak konsentrasi pengendara karena pengemudi melakukan dua aktivitas sekaligus.

"Ditambah juga putusan MK tersebut yang menolak peninjauan undang-undang itu, karena memang aturan ini orientasinya pada keselamatan," kata Herman.

Saat ini, kata Herman, penindakan dilakukan oleh petugas yang ada di lapangan, namun ke depan penindakan tersebut akan diintegrasikan dengan sistem tilang elektronik menggunakan kamera pemantau closed circuit television (cctv).

"Saat ini masih oleh petugas baik yang berjaga atau yang berpatroli, tapi ke depan 'tiada maaf bagimu' ketika kamera cctv sudah terpasang dan itu juga sudah bisa dijadikan alat bukti yang sah sesuai undang-undang," ujar Herman.

Untuk tahun 2019, dalam beberapa bulan ke depan, Ditlantas Polda Metro Jaya mewacanakan akan menambah kamera cctv di 10 titik tersebar dari kawasan Istana Merdeka hingga ke kawasan Senayan, yang menambah dua titik cctv saat ini, yakni Simpang Patung Kuda Arjuna Wiwaha dan Simpang Sarinah.

Kendati ada larangan dengan ancaman hukumannya karena dapat mengganggu konsentrasi, bukan berarti penggunaan fitur tersebut tidak boleh digunakan sepenuhnya.

Menurut Herman, GPS masih dapat digunakan dengan catatan bahwa kegiatan tersebut dilakukan dengan tidak membahayakan dirinya terlebih orang lain.

"Jika dia mengoperasikan GPS di ponselnya atau yang ditempelkan dalam keadaan kendaraan menepi di pinggir jalan itu boleh. Yang jelas ditindak adalah yang mengoperasikannya saat jalan apalagi di jalur cepat, karena pasti akan mengganggu konsentrasi," kata dia.

Dengan aturan ini, Herman mengharapkan tidak ada lagi kecelakaan-kecelakaan fatal akibat pengemudi kehilangan konsentrasi ketika mengendarai kendaraannya.

"Karena aturan ini sesungguhnya bertujuan melindungi kepentingan umum yang lebih luas akibat perilaku pengemudi yang konsentrasinya terganggu karena menjalankan dua aktivitas," ujar Herman menambahkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement