Jumat 08 Feb 2019 21:27 WIB

IDAI: Kasus Campak di Filipina Harus Jadi Pelajaran

IDAI meminta Presiden Joko Widodo turun tangan agar tak ada yang menolak imunisasi

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dokter menyuntikkan vaksin campak dan rubella (measles and rubella/MR) kepada anak dengan faktor risiko kondisi ikutan pascaimunisasi di RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (23/8).
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Dokter menyuntikkan vaksin campak dan rubella (measles and rubella/MR) kepada anak dengan faktor risiko kondisi ikutan pascaimunisasi di RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menilai, peningkatan kasus campak di Filipina harus dijadikan evaluasi bagi Indonesia. Sebab pasca diterbitkannya fatwa MUI terkait vaksin MR (Measles-Rubella), cakupan imunisasi campak dan rubela di Indonesia belum optimal.

Untuk itu, Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan menegaskan perlu ada gerakan yang masif dari semua pihak agar cakupan imunisasi MR mencapai target. Bahkan menurut dia, presiden perlu turun tangan agar tidak ada lagi masyarakat yang menolak imunisasi.

Baca Juga

"Target imunisasi kita gak masuk, semua imunisasi kita, bahkan (imunisasi) difteri atau lainnya, coba saja kaji. Masih banyak penolakan. Ini seharusnya presiden turun, atau Menko turun, kepala presiden turun, gubernur juga," kata Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan saat dihubungi Republika, Jumat (8/2).

Selain itu, menurut Aman, semua kementerian, lembaga dan pemerintah daerah harus turut mendorong agar cakupan imunisasi MR bisa mencapai level aman. Umpamanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan mewajibkan semua anak sekolah untuk vaksin MR, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (KemenPPPA) memastikan tidak ada ibu hamil yang terkena campak.

"Ya intinya perlu ada gerakan masif dari semua pihak. Tidak hanya menunggu Kemenkes saja. Karena menurut saya Kemenkes sudah optimal," kata dia.

Karena itu dia berharap, meningkatnya kasus campak di Filipina menjadi pelajaran bagi pemerintah terutama masyarakat. Dia pun mengimbau agar masyarakat lebih percaya kepada dokter yang merupakan ahlinya.

"Kalau sudah sakit kemana mereka berobat? kalau anaknya buta, tuli, bocor jantung itu paling tidak berapa ratus juta untuk sembuh? Siapa yang nangung semua biaya itu? Kasihan, sedih, miris kita jika itu terjadi," ungkap dia.

Sebelumnya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin Measles Rubella (MR) dari Serum Institute of India (SII) untuk Imunisasi. Menurut Komisi Fatwa MUI, vaksin MR mengandung unsur haram tapi saat ini boleh digunakan.

Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Hasanuddin AF mengatakan, pertama ketentuan hukum, penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram. Penggunaan vaksin MR produk dari SII hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi.

Diketahui, Departemen Kesehatan Filipina menyatakan, sebanyak 50 orang, sebagian besar anak-anak, diyakini meninggal dunia akibat campak. Para pejabat juga menyebut lebih dari dua juta anak-anak yang belum divaksinasi terancam terpapar virus tersebut. Menteri Kesehatan, Francisco Duque, mengatakan kepada media setempat bahwa bronchopneumonia yang disebabkan komplikasi campak dapat mematikan. Karena itu, dia mengimbau para orang tua untuk membawa anak mereka divaksinasi.

"Orang tua seharusnya tidak menunggu komplikasi terjadi karena bisa jadi akan terlambat," ujarnya, seperti dilaporkan BBC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement