Oleh: Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen pada 2018 patut disyukuri. Apalagi, pertumbuhan ekonomi diiringi tingkat inflasi yang terjaga pada kisaran 3,13 persen.
"Alhamdulillah, 5,17 persen itu sebuah angka yang baik kalau dibandingkan negara-negara lain," ujar Jokowi seusai menghadiri Perayaan Imlek Nasional 2019 di Kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis (7/2).
Menurut Jokowi, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk tinggi dibandingkan banyak negara. Ekonomi global, kata Jokowi, masih bergejolak sehingga memengaruhi perekonomian Indonesia.
"Kita jangan kufur nikmat. Kalau diberi kenikmatan, pertumbuhan ekonomi yang di atas lima persen, inflasinya 3,13 persen, harus disyukuri," kata Presiden menegaskan.
Jokowi berharap, ekonomi tahun ini tumbuh lebih tinggi. Ada dua hal yang akan didorong pemerintah sebagai mesin pertumbuhan, yaitu ekspor dan investasi.
Kepala Negara menjelaskan, kinerja ekspor harus lebih digencarkan sambil meningkatkan upaya pengurangan impor. Impor ditekan dengan memaksimalkan produksi barang-barang substitusi. Sementara itu, untuk menggenjot investasi, proses perbaikan perizinan di pemerintah pusat dan daerah akan terus dilakukan.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika menganggap, pertumbuhan ekonomi 5,17 persen sepanjang 2018 merupakan prestasi. Ia beralasan, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh di tengah tekanan ekonomi global yang berat, seperti harga minyak, nilai tukar, perang dagang, dan tekanan lainnya.
Tak hanya itu, kata Erani, sejak 2016 pemerintah dapat memperoleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat disertai dengan pengurangan tiga masalah ekonomi, yakni kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Erani menyebut, capaian itu bahkan tidak diperoleh sepanjang satu dekade sebelum 2015.
"Mengapa perolehan pertumbuhan 5,17 persen merupakan prestasi? Paling pokok ekonomi global sudah melambat sejak 2011. Tentu, kondisi tersebut memengaruhi performa ekonomi Indonesia," kata Erani, Kamis.
Dia menjelaskan, tekanan global ikut melemahkan pertumbuhan ekonomi negara lain di dunia. Bank Indonesia (BI) mencatat, pertumbuhan ekonomi Cina turun dari 6,9 persen pada 2015 menjadi menjadi 6,5 persen pada kuartal IV 2018. Kemudian, Korea Selatan turun dari 2,8 persen menjadi dua persen dan India turun dari 7,4 persen menjadi 6,7 persen (2018).
Di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), kata dia, penurunan pertumbuhan ekonomi juga tidak dapat dihindarkan. Ekonomi Malaysia, misalnya, hanya tumbuh 4,4 persen pada kuartal IV 2018 setelah pada 2015 tumbuh 5,1 persen. Pada saat bersamaan tren pertumbuhan ekonomi Indonesia justru naik, dari 4,88 persen pada 2015 menjadi 5,17 persen pada 2018.
"Jadi, kita terbang saat negara lain menukik," ujar Erani.
Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia berkualitas karena disertai menurunnya angka kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat penduduk miskin 9,66 persen pada 2018. Empat tahun sebelumnya, tingkat kemiskinan masih bertengger di level 11 persen.
"Menekan angka kemiskinan hingga di bawah dua digit bukanlah pekerjaan mudah karena pemerintah dihadapkan pada struktur kemiskinan kronis. Tapi, misi ini tak boleh gagal dan pemerintah telah menunaikannya dengan baik," kata Erani.
BPS pada Rabu (6/2) mengumumkan, meski target pertumbuhan 5,4 persen pada 2018 tak tercapai, ekonomi tahun lalu merupakan yang tertinggi pertumbuhannya sejak 2014.