REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Sembilan pengedar narkoba divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (7/2). Vonis dijatuhkan setelah terbukti di persidangan mereka mengedarkan narkoba di tiga lokasi, yakni Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Kesembilan terdakwa pengedar sabu-sabu dan pil ekstasi antarpulau ini, yakni Muhammad Nazwar Syamsu alias Letto (25) yang menjadi koordinator dari semua proses pengiriman narkoba. Lalu ada Trinil Sirna Prahara (21), Shabda Sederdian (33), Chandra Susanto (23), Hasanuddin (38), Andik Hermanto (24), Frandika Zulkifly (22), dan Faiz Rahmana Putra (23), dan Ony Kurniawan (23).
Vonis dibacakan secara bergantian oleh tiga hakim, yakni Efrata Tarigan, Achmad Syarifudin, Achmad Suhel, dan Yunus Sesa. Kesembilan terdakwa masuk secara bergantian sehingga proses pembacaan pun memakan waktu hingga enam jam dari pukul 15.30 WIB hingga 20.30 WIB.
Para terdakwa ini divonis bersalah dan melanggar Pasal 114 Ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Kesembilannya terbukti telah melakukan peredaran narkoba dengan jumlah besar. Sehingga majelis hakim dengan bulat menjatuhkan hukuman mati, apalagi dinilai tidak ada hal-hal yang meringankan.
Bahkan, vonis ini lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan hukuman seumur hidup. Atas putusan pengadilan ini, kesembilan terdakwa sepakat mengajukan banding melalui penasihat hukumnya.
Humas Pengadilan Negeri Klas I Palembang Saiman mengatakan, pemberian vonis ini sebagai bentuk penegakan hukum di Indonesia dalam hal pemberantasan jaringan narkoba. Hukuman berat ini dimaksudkan memberikan edukasi ke masyarakat dan sekaligus memberikan efek jera. "Ini merupakan jaringan yang besar tentu harus segera diberantas untuk menyelamatkan generasi bangsa," kata Saiman.
Berdasarkan fakta persidangan, sindikat ini telah mengedarkan sabu seberat 80 kilogram sejak 12 Maret 2018 hingga 12 April 2018. Sabu tersebut disebarkan ke sejumlah kota seperti Palembang, Bandarlampung, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Banjarmasin.
Dalam proses pengiriman, sindikat ini melakukan sejumlah modus pengiriman, yakni melalui udara dan darat.
Pengiriman berpusat dari Palembang menuju ke Bandarlampung menggunakan kereta api. Selanjutnya, dibawa ke Bandung untuk dikirimkan ke beberapa kota di Jawa dengan menggunakan truk.
Jaringan ini menutupi narkotika seberat 80 kg menggunakan ampas singkong seberat 10 ton. Adapun untuk pengiriman ke Banjarmasin, terdakwa menggunakan pesawat terbang melalui Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, transit di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta kemudian ke Banjarmasin.
Untuk mengelabui petugas, sindikat ini mengemas sabu-sabu dan ekstasi dengan beberapa cara termasuk dengan menggunakan bungkus kopi yang ditaburi dengan bubuk kopi.Namun, saat hendak mengirimkan narkoba ke Banjarmasin pada 22 Maret 2018, petugas keamanan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang mendeteksi barang kiriman narkoba tersebut.
Saat itu jaringan ini mencoba meloloskan sabu-sabu sebesar 3,9 kilogram dan ekstasi sebanyak 4.950 butir.
Dalam melakukan aksinya, Letto mengkoordinir proses pengiriman, bahkan semua kurir yang diajak kerja sama diberi upah sekitar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per kg sabu untuk yang berhasil mereka kirimkan.
Mengacu pada penemuan tersebut, Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumsel bekerja sama dengan Polda Jawa Timur melakukan penelusuran dan ditemukan kembali lima kilogram sabu di Surabaya. Di kota itu, polisi menangkap beberapa tersangka. Adapun otak dari jaringan ini yang dipanggil Bang Kumis masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).