REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno, menilai calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo tak perlu takut elektabilitasnya menurun gara-gara menyerang balik rivalnya, Prabowo Subianto, saat debat kedua nanti. Sebab, ia menilai, serangan balik justru dinanti oleh swing voter maupun undicided voter.
"Bukan sesuatu yang dibuat-buat," kata Adi, di Jakarta, Rabu (6/2). Menurut dia, publik berharap debat calon presiden kedua pada 17 Februari mendatang lebih menarik dari debat sebelumnya.
Jokowi, kata Adi, hanya perlu fokus dengan apa yang sudah dilakukan selama empat tahun memimpin pemerintahan. Misalnya, terkait tema debat kedua yakni "Energi, Pangan, Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Infrastruktur", Adi menyarankan agar Jokowi fokus pada infrastruktur dan program yang sudah melekat dengan Jokowi.
"Jadi infrastruktur ini Jokowi banget, karena satu-satunya yang paling nampak dan paling dirasakan secara langsung oleh rakyat adalah infrastruktur. Orang sekarang enggak ngeluh, misalnya, mudik enggak macet, Jawa non-Jawa sekarang pembangunannya sama dan pengiriman barang dan jasa itu semakin lancar. Kan itu berarti nyata," paparnya.
Jokowi juga tak perlu takut rivalnya akan mengaitkannya dengan utang negara karena utang ini terukur dan bisa dipertanggungjawabkan. "Utang itu adalah suatu yang niscaya dimiliki oleh negara mana pun. Yang penting utang itu bisa dipertanggungjawabkan, bangun ini bangun itu tapi buktinya ada dan enggak dikorup. Bedanya dengan orde baru, sudah utang dikorupsi lagi," tuturnya.
Materi lain yang dinilai akan menarik dan rawan menjadi amunisi pasangan calon nomor 02 Prabowo-Sandi adalah pangan. "Isu-isu pangan itu yang bakal diserang, salah satunya adalah impor. Jadi ketika Jokowi nyerang artinya sedang menarasikan keberhasilannya, tapi ingat pertahanannya harus kuat juga. Kenapa diserang di impor, karena di tengah surplus katanya begitu beras yang banyak masih impor saja," ucap Adi.
Jokowi pun harus mampu menjelaskan dengan baik kenapa Indonesia harus impor dan jawabannya harus diracik oleh Jokowi.
Selain impor, lanjut Adi, kenaikan BBM dan tarif dasar listrik juga akan menjadi bahan serangan kubu Prabowo-Sandi. Namun, untuk isu BBM dan TDL, Jokowi dianggap lebih mudah untuk menjelaskan.
"Tinggal disiapkan saja basis argumennya. Misalnya, mencabut subsidi tujuannya untuk mengubah mental, model dan gaya hidup masyarakat yang sangat tergantung dengan subsidi. Biar masyarakat kita ke depan itu mandiri, independen dan tidak tergantung pada subsidi seperti negara-negara maju lainnya. Apalagi subsidi itu seringkali tidak tepat sasaran," imbuhnya.